Jumat, 27 Januari 2012

Sepucuk Senyum


Kenangan itu kini mendayu-dayu diatas perahu yang ku siapkan
Siap berlayar membawa sebongkah harapan untukmu
Hingga kau tertidur lelap saat ku merobek hati yang begitu membenci ini
Saat itu pula kau membuka mata dan melihat sekelilingmu
Bahwa kau berada pada dimensi hati yang sengaja ku ciptakan untukmu
Semoga kau bahagia kekasihku..


Ku ciptakan dunia dongeng untukmu
Sebagai pengantar tidurmu yang begitu menyisakkan tawa canda untukku
Jangan berlari dari ujung cerita ini
Tetaplah berada di sini menuai mimpi bersama air mata bahagiaku



Tertawalah,,,Tersenyumlah,,,
Berharap kau mendapat sepucuk senyumku untuk mengantarmu tidur
Bayangkanlah sedikit raut wajah yang ku bingkiskan untukmu
Sampai kau merasa bahwa aku slalu ada dalam tiap kedipan matamu
Bahkan seluruh jiwamu menggigil saat kau menyentuh pipiku yang merona


Secarik kertas cerita cinta kita
Slalu ada dalam hembusan angin yang berhembus di helai-helai rambutmu
Akan hidup saat matahari enggan menampakkan wajahnya

 Akan tetap menebar kebahagiaan saat langit bercumbu dengan cahaya
Dan akan slalu menjagamu saat hujan tengah mendongengimu kisah cinta

Sebungkus Senyum di Akhir Desember

                Kini, sang surya mulai menjemput pagi yang tengah terlelap dalam rimbunnya malam. Sayup-sayup terdengar untaian kalimat Allah di dengungkan. Sungguh, pagi yang begitu menakjubkan. Terbangun ku, dari mimpi yang begitu pekat, hingga mulai berjalan sempoyongan menuju pintu kamar yang terkunci. Lamunan ku kembali, menggerayangi ku dalam luapan mimpi yang masih tertahan di ujung mataku, hingga memaksa bola mataku untuk berkedip dan siap untuk shalat. Langkah kecil, mulai ku pijakkan setelah ku keluar dari dalam kamar yang menjanjikan fantasi yang luar biasa, dan kini ku siap untuk berwudhu dan akan menunaikan ibadah shalat Subuh. Kamar pojok, lantai dua no.2 ku sisipkan kenangan, cita-cita, masa depan, dan segala keluh-kesahku selama dua tahun. Dengan dinding ber-cat warna hijau daun, membuat hati semakin nyaman dibuatnya.
               Namaku Zidka. Nama lengkapku Launa Zidka Zahrana. Teman-teman dikampusku memanggilku dengan nama Zidka. Dengan bermodalkan wajah imut, hidung mancung, kulit sawo matang membuat teman-temanku senang berteman dengan ku. Aku type perempuan yang manja, egois tetapi baik hatinya. Sekilas, memang membosankan bila tahu perempuan identik dengan manja. Benar-benar momok yang paling menakutkan. Tetapi, sifat asliku tersebut tidak terlihat karena, aku termasuk mahasiswa aktif di kelas dan di Jurusan, sehingga teman-temanku begitu easy going bila mengajak ngobrol denganku, karena memang aku anaknya supel.
               Dua jam telah berlalu, ku mulai aktifitasku dengan membuka Facebook, berharap ada teman yang meng-coment status ku. Ternyata, hanya beberapa teman lama yang hanya “like” statusku. Sekarang, ku pindah arah pointer ke tab selanjutnya, ku buka yahoo.mail ku, sekali lagi aku berharap teman-teman lama ku membalas email ku. Tetapi, semuanya tak ada balasan dan pelampiasan terakhirku hanyalah bersiap-siap berangkat ke tempat yang biasa ku kunjungi setiap hari Sabtu.
              Handphone bergetar, rupanya ada pesan masuk dari Handphone ku. “Dimana? Aku butuh kamu sekarang sayang???”. SMS yang sering ku terima hingga memenuhi daftar inbox ku. Begitulah, keseharianku selalu digerayangi oleh satu makhluk aneh nan lucu. Dia adalah Rayna Naylul Farichah. Perempuan berkulit sawo matang, suka coklat, talkactive dan hobi banget baca Novel tapi, giliran baca buku yang berkaitan dengan pengetahuan sama sekali tidak disukainya. Benar-benar orang aneh!
             Kali ini, tujuan ku keluar kamar ini bukan untuk bertemu dengan Rayna tetapi, ke tempat favorit ku tiga tahun silam. Aku sudah lama, tak berkunjung ke tempat itu, tetapi hari ini aku harus menuju ke tempat itu karena hari ini adalah hari bersejarah bagiku. Ku percepat hingga peluh mulai membasahi kerudung warna hijau yang ku kenakan. Dalam perjalanan, ku berharap tempat favoritku tersebut tak ada yang mendudukinya, mengingat tempatnya yang begitu ramai, sejuk dan tenang. Jam sudah menunjukkan pukul 7.15 hingga terasa matahari memancarkan cahayanya tanpa ragu-ragu. “Hmmmm.... Subhanallah. Pagi ini kau terangi dunia ku yang indah ini dengan balutan cahaya yang begitu terang, hingga hati ini tentram dibuatnya. Sungguh, pagi yang begitu menakjubkan dengan diiringi sahutan burung dibalik ranting yang masih bergelantungan embun” bisikku dalam hati.
                 Akhirnya, ku sampai di tempat yang sudah lama ingin aku datangi. Karena, ditempat itu begitu banyak kenangan yang masih menari-nari dalam syahdunya rinduku kepadanya dan selalu menderu di ujung nafasku. Kini, wajahku mulai terlihat rona bahagia, saat ku pandangi tempat favorit yang biasa ku tempati bersamanya tiga tahun yang lalu. Aku semakin bahagia, di saat ku lihat tempat yang sering ku tempati tak ada satu orang pun yang datang untuk menempatinya. “Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah. Untung saja tak ada yang menempatinya”. Saat ku tengah mengeluarkan netbook dari dalam tas ku, Handphone ku kembali bergetar, dan lagi-lagi Rayna meng-SMS ku “Sayang..kamu dimana sich??? Ada yang mau aku cerita’in ke kamu neeyhh...”. Rupanya, sahabatku yang konyol satu ini, ingin mengajakku makan bareng dikampus pagi ini, langsung saja ku balas SMS nya, aku takut dia marah padaku karena, sudah setengah jam yang lalu aku tidak membalas SMS Rayna. “Iya. Nanti aku susul ya. Tapi, aku nggak janji kapan kita bisa ketemuannya. Ntar, tak kabari lagi, OK.
                Setelah, ku selesai membalas SMS dari Rayna tiba-tiba bunga kamboja berguguran dan jatuh tepat diatas pundakku, tanpa terasa otakku kini mulai berpacu lagi di masa silam. Disaat aku bersama dia dulu. Tak terasa, airmata mulai meneteskan beberapa butir airmata dan begitu menusuk hati hingga jantungku. Ku mulai, mengayunkan jariku, dan merangkai kata hingga tercipta menjadi kalimat yang begitu bersahaja dan begitu menyentuh. Dan kini, aku mulai terhipnotis menuju dimensi yang meninggalkan jejak-jejak masa lalu yang masih menggores hatiku. Sambil membaca novel, tak terasa pikiran ku melayang jauh ke angka 04 September 2010, dimana mulai saat itu aku mulai merasakan bagaimana indah dicintai oleh orang yang begitu mencintai kita sepenuh hatinya.
*September, 2010*
               Zidka!!! Tunggu.....”. Suara itu terdengar dari arah belakang. Ingin ku menoleh ke belakang, tetapi aku sudah tahu siapa yang memanggilku, karena aku hafal suara siapa itu. Dari arah perpustakaan kampus terlihat sosok laki-laki dengan umur 2 tahun lebih tua dari aku, berlari menuju ke arahku dengan memakai baju batik warna merah bata. Namanya, Amar Munawar. Dia lah laki-laki yang selama ini, selalu menemani ku kemana saja aku pergi dan selalu membantuku dalam keadaan suka maupun duka. Amar, sudah ku anggap sebagai kakak ku sendiri, meskipun kedudukan dia dihatiku begitu special. Dengan nafas yang terengah-engah dia memulai lagi pembicaraannya yang sempat terpotong. “Cepet amat sich, jalannya??? Emangnya, mau kemana??? Kayaknya buru-buru gitu??”. Ku jawab dengan simple-nya “Iyaaaah, aku buru-buru banget!” dengan nada sedikit ketus, karena sudah setengah jam aku menunggu dia keluar dari Perpustakaan. Kemudian, dia berusaha menenangkan emosi sambil mempertontonkan wajah ngenes-nya. “Maaaa..ffff banget. Tadi, aku diajak ngobrol sama temenku di cafe, jadi aku lupa ada janji sama kamu. Sekali lagi maafin aku yaaa??? Mauu yaaa...!! Yaaa..?? Pleaseeee...”. Karena, rasa kasihan aku pun memaafkannya, seraya berkata dengan nada sedikit mengancam “Lain kali on-time loh, ntar lama-lama aku BT jalan ama kamu” dengan wajah geram dan suntuk kami melanjutkan perjalanan ke taman dekat areal Fakultas kami. Kebetulan, kami berada dalam satu Fakultas tetapi, berbeda jurusan dan kebetulan pagi ini, kuliah kami free.
            Hampir tiga tahun kami jalani, dengan berbagai kesalahpahaman, rasa ketidakcocokan, konflik keluarga, masalah internal dan beragam masalah yang menggerogoti pikiran ku saat itu. Tetapi, jika masalah sudah mereda kami sering meluangkan waktu dan  selalu menghabiskan waktu ditaman ini. Taman ini, berada di sebelah barat Fakultas Hukum (fakultas ku). Disana, banyak mahasiswa Fakultas Hukum nongkrong sambil online, baca buku, SMS-an dan masih banyak aktifitas lain lagi. Tetapi, hari terakhir aku berada di taman yang sering ku datangi hampir dua tahun ini, kini mulai tanggal 28 Desember 2012 sudah tak pernah ku datangi lagi. Karena, antara aku dan dia sudah tak ada lagi komitmen yang pasti. Semuanya, serba digantungkan. Hingga, pada akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan dikarenakan, dia harus pulang kerumahnya, karena dia baru saja diwisuda bulan kemarin dan harus kembali ke kampung halaman dan berkeputusan untuk mengakhiri hubungan kami. Sore itu, dia mengajakku ke taman dan bermaksud untuk pamit pulang, dan dengan wajah sayu nan hati-hati seraya ia  berkata: “Sayang, sekarang kita sudah tak bisa bersama karena aku harus pulang ke kampung halaman untuk bertemu Orang Tua yang sudah lama aku rindukan, dan disana pula aku harus cari kerja untuk membiayai sekolah adikku yang paling bungsu, karena kamu tahu sendiri keadaan ekonomi keluargaku. Untuk itu, agar tak mengganggu konsentrasi ku nun jauh disana dan konsentrasi mu untuk segera menyelesaikan skripsimu maka, aku berkeputusan untuk mengakhiri hubungan kita”.  Bibirku terbujur kaku, dan airmataku rasanya ingin segera menerjang kuatnya bendungan mataku yang semakin lama makin meredup, dengan lambaian angin sore ini makin menyadarkan aku bahwa hari ini, detik ini aku harus kehilangan orang yang begitu aku sayangi. Dengan suara terbata-bata aku menjawab: “Kalau itu sudah jadi keputusanmu aku menerimanya dengan ikhlas. Karena, aku yakin suatu saat Allah akan memberikan hal terindah dalam cinta kita. Mungkin, tidak sekarang tetapi nanti. Untuk itu, kita harus bersabar untuk menantikan hal indah tersebut datang karena, saat ini Allah tengah merangkai kebahagiaan haqiqi untuk kita berdua”. Sejenak ku hentikan ucapanku, berharap dia kembali membalas ucapanku, tetapi aku salah. Dia pergi tanpa berkata sepatah kata pun, dia berlalu dan sejenak dia menoleh ke belakang dan memberikan sebungkus senyumnya padaku. Betapa, terpukulnya diriku saat ku tahu dia pergi hanya menyisakkan senyum yang bagiku adalah senyum yang membawa luka yang teramat dalam dan menyisakkan kenangan yang menumpuk diatas tumpukan masa lalu yang masih tersusun rapi di memoriku.
                        Lamunan ku buyar setelah, terdengar suara adzan Dzuhur menggema di Masjid kampus ku. Segera, ku usap wajahku karena airmata tlah membanjiri wajahku dan bulu mataku basah bak diguyur air hujan. Terpaan angin siang ini, makin kencang hingga kerudungku ikut berkibar seraya mengikuti tiap detik hembusan angin. Segera, ku percepat langkahku menuju masjid dan segera mengambil wudhu. Setelah, ku selesai mengambil wudhu, langsung ku masuk kedalam masjid dan ikut shalat Dzuhur berjama’ah dengan memakai mukenah warna hijau kesukaanku. Beberapa menit kemudian, shalat pun selesai dan aku kembali merapikan kerudungku dan segera menemui Rayna. Karena, ia sudah menunggu ku lama sekali. Setelah itu, kembali ku SMS Rayna dan semoga saja saat ini ia berada di kampus. Sambil menuju serambi masjid, jari-jariku disibukkan dengan mengetik SMS ke Rayna “Sayang dimana?? Kita ketemu di Cafe ya...aku tunggu sekarang di Meja No.4...OK!”.
                   Tanpa basa-basi aku langsung menuju cafe dan memesan meja no.4 dan memesan makanan karena, dari tadi pagi aku belum sarapan pagi. Sambil menunggu pesenan datang, balasan SMS dan kedatangan Rayna aku sempatkan untuk membaca novel dan memanjakan mulutku untuk membaca kisah-kisah inspiratif agar otakku dipenuhi dengan kata-kata Keep Spirit.Amin. Handphone ku bergetar dan ternyata ada balasan SMS dari Rayna “Ok. Segera meluncur....!!!”.
Setelah pesananku datang, selang beberapa menit kemudian Rayna muncul dengan gaya khas nya. “Hay!!!! Kemana aja neng?? Dari tadi pagi ngilang kemana??” dengan wajah dahi mengkerut. Langung ku sambar saja dengan wajah ikut-ikutan mengkerut “Duduk dulu kek, baru nyerocos. Tuh, aku udah siapin makanan pluz minuman kesukaanmu. Hari aku traktir kamu...soalnya, hari ini adalah hari jadi aku sama Maz Amar ”. Tiba-tiba wajah “tanpa berdosanya” kambuh “Ciiieee....yang masih nge-raya’in hari jadiannya. Padahal udah putus hampir tiga tahun yang lalu. Uppzz...keceplosan! Maaf..maksudku nggak gitu sayang...”. “Nggak apa-apa kok, aku tahu maksud kamu baik. Tetapi, aku nggak tahu aja hari ini (4 September 2012) tuh bener-bener terasa beda seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku merasa dia ada disini” dengan wajah menahan isak tangis ku mencoba untuk tetap tegar, walau terkadang bibirku kaku untuk mengungkapkannya didepan Rayna. Dengan wajah sayu, Rayna mencoba menghiburku “Iya. Aku faham sayang. Tapi, Maz Amar yang kamu tunggu kedatangannya itu nggak datang-datang sampai sekarang. Jangankan nyambang kamu di sini, sms ataupun telpon kamu aja dia nggak pernah??? Untuk apa kamu menyimpan sejuta harapan padanya??” Lalu ku mencoba dengan sekuat tenaga untuk mejelaskan ke Rayna bahwa yang dia katakan barusan itu salah besar “Rayna, terkadang untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan bahkan yang kita butuhkan itu perlu pengorbanan. Salah satu pengorbanannya itu adalah menunggu jawaban. Jawaban, yang terkadang tak kunjung datang tapi, tetap akan datang dan datangnya pun disaat yang tepat. Yaitu, disaat Allah mulai mengizinkan hal terindah tersebut datang dan aku ikhlas menunggu keajaiban itu”. Dengan lemas Rayna menjawab “Hmmm...gini neyh..kalo’ udah berfilsafat gini aku kalah argumen jadinya. Soalnya, otakku nggak muat dan bakal di tolak untuk menerima kajian-kajian filsafat gitu,hehehehehe...” sambil minum jus alpukat kesukaannya. “Bisa aja kamu Rayn....kamu emang sahabat yang paling pengertian dan selalu buat aku tertawa dan tersenyum,,makasssiiii yaaaa...” sambil ku cubit pipinya yang cempluk. Abisnya, gemezz sich... Hihihihihihihi...
Zid, aku mau pulang duluan yaa... nggak apa-apa kan ???” Zidka, menjawab “Iyaahh..nggak apa-apa”. Setelah itu, Rayna berlalu dan pergi meninggalkan cafe bercat putih itu. Aku pun, mengikuti dari belakang menuju ke tempat favoritku tersebut bermaksud untuk melanjutkan membaca  novel yang masih belum ku selesaikan sambil merasakan angin berhembus dan sahutan burung yang menentramkan hati. Langkah ku kini, ku percepat dan ingin segera sampai ke tempat favoritku itu. Saat ku sampai ke gerbang depan taman, kulihat ada yang menempati. 
Ku lihat, ada sosok laki-laki yang duduk berlawanan arah dari pandanganku. Laki-laki berpakaian warna hijau kotak-kotak sedang duduk sambil membaca dengan wajah menunduk dan serius. Dengan hati-hati ku pandangi gerak-gerik nya, dan ku tanya dengan nada curiga, “Siapa ya?”. Saat dia membalikkan wajahnya, ternyata yang kulihat wajah dia. Dia yang dulu pernah pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun, berlalu tanpa ada pesan dan hilang tanpa ada arah yang jelas. Aku terlamun, dan lamunanku terpecah saat dia memulai pembicaraan. “Zidka?? Aku sudah menduga kamu pasti akan datang ketempat ini, dan akan duduk pula ditempat ini karena hari ini adalah hari jadi kita yang ke-3”. Bibirku mulai kaku lagi, dan tak  bisa berkutik sedikitpun dan akhirnya ku paksakan untuk menjawab “Maz ke sini mau ngapain?? Bukannya, sampean ada di rumah dan kerja disana??” “Aku lagi free,,,makanya aku sempetin untuk ke sini sekalian aku mau menjenguk kamu dan melihat keadaan kamu, apa kamu baik-baik saja” “Hmmm...alhamdulillah aku baik-baik saja” “Gimana, sama skripsi mu??? Lancar kan??” Jawabanku, mulai ku persingkat, karena sakit hati ku teringat kembali disaat dia pergi meninggalkan ku. “Tujuan maz kesini sebenarnya apa??” “Jujur aja, aku kesini untuk mengajak kamu untuk kembali menata pecahan-pecahan dulu yang sengaja ku lakukan ke kamu zid...Aku mau kita seperti dulu lagi, karena aku nggak bisa hidup tanpa kamu dan selama 3tahun kita berpisah aku merindukan kebersamaan kita dan ingin rasanya cepat-cepat berjumpa denganmu, dan sekarang aku sangat bahagia karena bisa berjumpa denganmu walau dalam keadaan yang begitu menyakitkan seperti ini”.
Aku mengerti kok dengan keputusan sepihak yang sampean ucapkan ke aku tiga tahun silam, dan aku juga sangat memahami dengan kondisi sampean dan aku menganggap kepergianmu adalah ujian kesetiaan yang sengaja sampean berikan ke aku dan aku bangga dengan diriku karena mampu melewati ini semua” Lantas Mas Amar duduk mendekat kearahku “Kamu mau kan kita kembali seperti dulu??” Tanpa basa-basi aku menjawab “Meski ruang dan waktu memisahkan tetapi hatiku tetap untuk sampean seorang, dan aku akan menyesal seumur hidup apabila aku tidak mengindahkan niat baik sampean untuk ku” Dengan wajah bahagia dan senyum yang merekah dia mencium kening ku sembari berbisik “Jadikan aku laki-laki yang paling istimewa dihatimu dan akan ku jadikan kamu ratu dalam kerajaan hatiku”.
Kini, aku mulai sadar betapa indahnya rencana Allah kepada makhluk-Nya. Allah tak menjanjikan keindahan yang hambanya inginkan tetapi, keindahan yang kita butuhkan dan keindahan itu pun datang disaat yang tepat. Betapa indahnya pula arti kesabaran. Kesabaran untuk menanti sebuah keindahan yang haqiqi dalam menjalani hidup ini, dan cinta itu butuh sebuah pengorbanan untuk meraih mahligai cinta yang direstui oleh Allah SWT.

Seikat Kado di Akhir Tahun

            Nama ku Azkia Azalhea. Umurku 25 tahun. Orang-orang biasa memanggilku dengan nama Azkia. Aku anak tunggal di keluarga. Aku hanya Lulusan S1 Komunikasi di Perguruan Tinggi Swasta di Kota Malang. Keseharianku hanyalah menjadi Guru TK di dekat rumahku. Kedengarannya memang lucu tapi, inilah aku Azkia yang belum mendapatkan pekerjaan yang bisa aku banggakan kepada kedua Orang Tua ku. Ayahku hanyalah pegawai swasta di sebuah perusahaan tekstil, dan gajinya pun tidak mampu menghidupi kami bertiga karena, kebutuhan pokok yang semakin mahal sedangkan, ibuku hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga dan sering sakit-sakitan karena, sudah dua tahun ini ibuku sakit jantung. Karena, biaya yang tidak ada, ibuku sering absent untuk check-up ke dokter. Begitu berat cobaan dalam hidupku tetapi, aku masih bersyukur kepada Allah SWT karena, sampai detik ini Orang Tua ku masih diberi kesehatan dan kekuatan dalam mencari nafkah.
            Rupanya, langit tlah melepaskan selimut malam yang sudah bertarung bersama bulan dan bintang tadi malam. Saatnya, sekarang ku mulai lembaran baru di akhir tahun ini dengan semangat yang baru untuk tetap tersenyum di awal tahun nanti. Tetapi, pikiranku mulai berkecamuk, disaat semua yang aku usahakan di tahun yang lalu belum tercapai dan ingin sekali mewujudkannya di tahun baru nanti. Setiap orang punya resolusi dalam hatinya masing-masing. Untuk mewujudkannya dibutuhkan kemauan yang keras untuk menciptakannya dan butuh kerja keras dan usaha yang kuat untuk menjalani setiap batu ujian yang siap menghadang. Debaran dalam hatiku semakin berdegup kencang dan mendesakku untuk mulai mewujudkannya sekarang juga dan detik ini juga. Mengingat banyaknya yang ingin aku gapai di tahun baru nanti, aku hanya teringat dengan harapan serta keinginan yang ada dalam diri Ayah dan Ibuku. Mereka ingin sekali, melihat aku mendapatkan pekerjaan yang tetap.
            Hatiku menangis apabila aku ingat keinginan mereka tersebut. Dan rasanya, aku berdosa sekali hingga membuat mereka khawatir dan resah memikirkan masa depanku. Hatiku sudah mantap dan bersiap untuk melangkah ke dunia luar sana, mencoba mencari celah untuk mewujudkan keinginan kedua Orang Tuaku yang sudah lama mereka impikan. Bergegas aku mengambil map yang berisi ijazah terakhirku dan beberapa dokumen yang penting untuk dibawa, merapikan kerudungku, memakai sepatu, berpenampilan rapi. Di ruang tamu aku tidak melihat Ayah. Biasanya, jam tujuh ayah masih diruang tamu sambil membaca koran dan minum kopi didepan. Tapi, kali ini aku tidak melihat ayah. “Ayah kemana yaaa?? Padahal aku ingin pamitan keluar mencoba untuk mencari lowongan kerja” gumamku dalam hati. Tiba-tiba aku mendengar ada yang memangilku dari arah dapur. “Azkiaaa..??? Azkiaaa..??” Sepertinya suara Ibu. Bergegas ku berlari ke arah dapur dan aku mendapati ibuku yang sedang sibuk menyediakan sarapan pagi untukku. Lagi-lagi hatiku menangis dan bagai teriris sembilu saat ku melihat Ibu yang ku sayang sedang bertarung dengan asap tebal didalam dapur hanya menyediakan sesuap nasi untukku. “Ibu kan sedang sakit...?? Kok malah masak di dapur, udah gitu masaknya pake’ kayu bakar lagi. Kenapa nggak pake’ kompor aja...” tanyaku sambil membereskan dapur yang berantakan. “Bukannya gitu nak, kalo’ ibu nggak masak kamu nggak sarapan nak?? Ibu pake’ kayu bakar karena minyak tanah kita habis. Uang ayahmu juga udah menipis, jadi terpaksa ibu masak pake’ kayu bakar.”. “Nggak apa-apa kok bu. Azkia bisa jajan diluar kok. Ibu nggak usah capek-capek masak ntar sakit jantung Ibu kumat lagi... Ibu istrahat dikamar aja ya sekarang??
            Dengan wajah sedikit kecewa, Ibu ku keluar dari dapur dan menuju kamarnya. Setelah aku menghabiskan sarapan, aku menyusul Ibu ke kamar dan ingin berpamitan. “Ibu lagi tidur??? Azkia ganggu nggak??”. “Nggak kok nak. Kamu mau kemana? Kok rapi sekali nak...”. Langsung ku jawab dengan semangat dan penuh percaya diri “Hari ini Azkia mau melamar kerja, entah di perusahaan mana. Soalnya, udah dua hari Azkia di rumah terus, sekarang Azkia pengen keluar untuk mencari pekerjaan semoga saja Allah mempermudah jalan Azkia pagi ini ya bu.. ”. Dengan mata berkaca-kaca ibuku berkata “Ibu akan selalu mendo’akan yang terbaik untukmu anakku. Kau adalah satu-satunya permata hati Ayah dan Ibu. Ibu akan selalu berdo’a yang terbaik untukmu wahai permata hatiku”. Ku tahan tangisku dalam hati dan seraya berkata “Azkia pamit dulu bu. Do’akan semoga Azkia dapat pekerjaan hari ini” ku kecup tangan dan pipi Ibu ku dan aku keluar kamar. 

            Dalam perjalanan pikiranku nggak enak. Karena, aku meninggalkan Ibuku sendirian di rumah. Apalagi, Ibu sekarang sedang batuk-batuk, aku khawatir siapa yang akan membantunya mengambilkan air minum didapur. Karena, jarak kamar tidur dan dapur lumayan jauh. Tetapi, aku berdo’a kepada Allah semoga Ibuku selalu dalam lindungan-Nya. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Ku lihat uang didompetku tinggal limu ribu rupiah. Tenggorokan ku mulai kering dan ingin rasanya meneguk air putih agar haus ini hilang, tetapi mengingat uangku ku abaikan keinginanku tersebut. Jika aku membeli minuman maka, ongkos aku pulang ke rumah nggak ada. Ku urungkan niatku dan berusaha menahan hausku. Mencari tempat lowongan kerjapun aku jalan kaki, karena memang aku sudah tidak punya uang lagi untuk naik angkutan umum. Wajahku bercucuran oleh peluh di pagi hari ini. Saat aku lewat perempatan di jalan Gajayana, aku melihat ada Toko Butik. Siapa tahu disana sedang menerima lowongan pekerjaan, gumamku. “Permisi...!! Mbak, saya mau melamar pekerjaan. Apa disini ada lowongan pekerjaan??” tanyaku. Kemudian, perempuan paruh baya tersebut menjawab “Maaf banget mbak. Udah penuh.” “Ouwwhh..yaudah. Makasih ya mbak” dengan nada datar.
            Kembali lagi ku telusuri jalanan protokoler di Kota Malang. Hembusan angin yang menjanjikan kedamaian, makin mengantarkan aku ke dimensi yang begitu tentram. Tamparan angin ku rasakan hingga menyentuh kalbuku. Tanpa sengaja aku melihat ada stasiun radio di sebelah kiri jalan. Tanpa basa-basi ku mendekati area stasiun radio tersebut. “Lumayan juga neyh tempat. Siapa tau disini lagi memerlukan karyawan sebagai penyiar radio. Aku kan lulusan S1 Komunikasi. Siapa tahu keterima” dengan percaya diri yang menggunung ku kuatkan hatiku untuk melangkah kedalam gedung dan menuju loby. Terlihat ada receptionis didepan, berpakaian rapi dan berparas cantik. “Selamat Pagi. Ada yang bisa kami bantu??” dengan gugup aku menjawab “Iya mbak. Aku mau nanya apa disini sedang buka lowongan pekerjaan???” Receptionis yang sebelah kanan langsung menjawab “Iya mbak ada. Silahkan mbaknya duduk dulu di loby sebelah sana. Nanti kami panggil mbaknya setelah saya menelpon atasan saya”. Mendengar ucapan receptionis tersebut hatiku langsung tersenyum dan tak ingin melewatkan peluang emas ini.
            Kira-kira lima belas menit aku menunggu. Kemudian receptionis memanggil nama ku. “Namanya siapa mbak???” Langsung ku jawab “Azkia Azalhea”. “Ok. Mbaknya di tunggu oleh bagian HRD di ruang Interview sekarang. Mbaknya naik ke lantai dua setelah itu lurus kemudian belok kanan dan cari ruangan yang bertuliskan Interview” “Baik. Makasih ya mbak.” Senyum yang dibalas oleh kedua receptionist itu makin membakar semangatku untuk lebih bersemangat lagi. Langkah ku percepat, aku khawatir Manager nya, menunggu ku. Sesampainya, aku didepan ruangan yang bertuliska  Interview” dengan mantap ku ketuk pintunya. Terdengar suara dari dalam “Iya, masuk”. Dengan hati-hati ku buka pintunya, dan ku melihat ada sosok laki-laki berpakaian rapi sedang merapikan dokumen-dokumen yang sedang berserakan di meja. “Silahkan duduk” “Iya pak” jawabku. “Perkenalkan, nama saya Bambang, saya menjabat sebagai Manager HRD tepatnya di bagian Penyiaran di Pelangi Radio. Baik, kita mulai wawancaranya. Nama anda Azkia Azalhea, betul??” “Iya pak”. “Pengalaman anda bekerja, sudah berapa tahun dan dimana saja anda sudah pernah bekerja??” dengan suara terbata-bata aku mencoba menjawab pertanyaannya “Saya pernah menjadi Guru TK di dekat rumah saya. Saya menjadi Guru TK kurang lebih sudah satu tahun”.
Beberapa detik Pak Bambang sepertinya sedang memikirkan sesuatu dan kemudian beliau melanjutkan pembicaraannya “Setelah melihat CV anda, pengalaman kerja dan background pendidikan anda, saya memutuskan untuk menerima anda sebagai karyawan khususnya sebagai penyiar radio di Pelangi FM dan besok anda sudah bisa bekerja dan datang tepat waktu jam delapan pagi besok”. Mendengar ucapan dari Pak Bambang airmataku menetes dan aku menangis dengan penuh bahagia, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan yang tetap dan bisa mewujudkan harapan dan keinginan Orang Tua ku sejak dulu. “Makasih banyak pak. Baik, saya akan hadir tepat waktu dan akan bekerja dengan professional untuk kemajuan Pelangi Radio FM” dengan wajah yang sumringah pak Bambang menambahkan “Terima kasih atas komitmennya. Oh iya, saya hampir lupa untuk gaji pertama saya beri anda seperempat ya mbak Azkia. Gaji penyiar radio disini tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Untuk saat ini saya beri anda uang gaji anda dua ratus lima puluh ribu dulu, bagaimana?? Deal?? ” dengan wajah masih berlinangan airmata aku menyetujuinya dengan menerima gaji seperempat dulu. “Sekali lagi, terima kasih pak. Saya permisi dulu” “Ohh...iya mbak. Sampai ketemu besok pagi”.
Saat aku didepan gerbang “Pelangi Radio FM” tak henti-hentinya aku berterima kasih pada Allah SWT yang telah mendengarkan do’aku, dan berterima kasih pada Ayahku yang tercinta karena, berkat semangat beliau aku bisa mendapatkan pekerjaan walaupun pagi tadi aku tidak berjumpa dengannya dan yang terakhir kepada Ibu ku tercinta yang tetap setia menengadahkan tangannya berdo’a memohon kemurahan hati-Nya untuk kesuksesanku dan menghabiskan beribu linangan airmata nya untuk keselamatan dan kesehatanku. Dalam perjalanan aku teringat dengan Ibuku yang sedang sakit. Aku menuju apotek terdekat dan membeli beberapa obat yang bisa dikonsumsi oleh Ibu ku selama sebulan karena, khawatir sakit jantungnya kumat. Setelah ku belikan obat untuk Ibu, aku teringat dengan ayahku yang ingin membeli baju, celana dan sepatu baru. Sebulan yang lalu, Ayah bercerita bahwa kantornya akan mengadakan acara besar-besaran di rumah Managernya dan seluruh karyawan diharapkan untuk hadir dalam rangka merayakan Tahun Baru 2012. Tanpa berpikir panjang, aku masuk ke toko untuk membeli baju, celana dan sepatu untuk Ayah. Alhasil aku memilih baju batik berwarna hijau muda dengan motif modern dan dihiasi emas ditengah-tengahnya dan celana berwarna hitam dan aku memilih sepatu kulit berwarna hitam untuk Ayah. Setelah lama memilih baju Ayah, aku melihat ada gaun indah berwarna hijau lumut yang digantung dengan berhiaskan diamond di lingkar perutnya. “Gimana kalo’ baju ini ku hadiahkan untuk Ibu. Sudah lama Ibu nggak membeli pakaian baru. Apalagi besok kan ada acara di rumah Manager nya Ayah” pikirku. Tanpa melihat harganya ku suruh karyawannya untuk membungkus rapi gaun tersebut serta kado yang ingin ku berikan pada Ayah.
Di dalam perjalanan, tak henti-hentinya ku bersyukur pada Allah SWT yang telah menganugerahkan semua ini kepadaku. Sesampainya dirumah, aku melihat Ayah dan Ibuku sedang asyik menonton TV diruang tengah. “Assalamu ‘alaikum???” dengan wajah berseri-seri. “Wa’alaikum Salam”. Langsung ku ciumi kedua tangan Orang Tua ku. “Kamu dari mana saja??? Mana belanjaan mu banyak lagi. Kamu dapat uang dari mana nak??” rupanya ayah tengah menginterogasiku. “Azkia, tadi pagi pamitan sama Ibu katanya mau cari kerja Ayah... Tapi, ibu nggak tahu kenapa Azkia pulang-pulang malah bawa belanjaan banyak” Ibu berusaha mencari pembelaan untukku. Tanpa menunggu lama, langsung ku jawab semua pertanyaan kedua Orang Tua ku “Begini Ayah Ibu. Tadi Azkia di terima jadi Penyiar Radio dan gajinya lumayan. Satu bulan tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Gaji Azkia dibayar seperempatnya dan gaji pertama Azkia pake’ untuk beli kado buat Ayah sama Ibu”. Tiba-tiba Ibu menangis dan memelukku dengan erat sekali, serasa tak ingin lepas. Kemudian, Ayah juga memelukku sambil berkata “Kau memang permata hati kami. Semoga kesehatan, keselamatan dan keberkahan selalu menyelimutimu nak..Ayah akan selalu ada disetiap do’a-do’a mu nak...” “Ibu sangat berterima kasih pada Allah karena, tlah memberikan anak sebaik dan seluhur kamu nak. Maafkan Ayah dan Ibu mu yang tak pernah bisa membahagiakan mu secara sempurna


Isak tangis kini mulai mengisi di ruang tengah rumahku. Dengan memberanikan diri, ku berusaha menguatkan hati Ayah dan Ibuku “Azkia juga bangga dan berterima kasih pada Allah karena memiliki Orang Tua yang begitu sabar dan luar biasa seperti Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu adalah penawar dari segala keresahan dan kesulitan yang aku alami selama ini. Ini hanya seikat kado di Akhir Tahun untuk Ayah dan Ibu dari Azkia. Aku berharap Ayah dan Ibu memakainya di acara kantornya Ayah besok pagi. Oh ya, Azkia juga udah beli’in Ibu obat Insya Allah cukup untuk sebulan”.
Aku melihat Ayah dan Ibuku tak mampu lagi berkata, hanya tangis bahagia yang bisa mereka berdua ekspresikan dan memelukku dengan erat, Dalam hati ku berkata: “Allah tidak akan memberikan apa yang diinginkan oleh hamba-Nya melainkan apa yang hamba-Nya butuhkan, karena sesungguhnya Allah berada disaat kita tengah berusaha untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan dan setia menebarkan sayap-sayap kebahagiaan. Sayap-sayap kebahagiaan itu hadir berkat keikhlasan hati dari Orang Tua kita