Kini, sang surya mulai
menjemput pagi yang tengah terlelap dalam rimbunnya malam. Sayup-sayup
terdengar untaian kalimat Allah di dengungkan. Sungguh, pagi yang begitu
menakjubkan. Terbangun ku, dari mimpi yang begitu pekat, hingga mulai berjalan
sempoyongan menuju pintu kamar yang terkunci. Lamunan ku kembali, menggerayangi
ku dalam luapan mimpi yang masih tertahan di ujung mataku, hingga memaksa bola
mataku untuk berkedip dan siap untuk shalat. Langkah kecil, mulai ku pijakkan
setelah ku keluar dari dalam kamar yang menjanjikan fantasi yang luar biasa,
dan kini ku siap untuk berwudhu dan akan menunaikan ibadah shalat Subuh. Kamar
pojok, lantai dua no.2 ku sisipkan kenangan, cita-cita, masa depan, dan segala
keluh-kesahku selama dua tahun. Dengan dinding ber-cat warna hijau daun,
membuat hati semakin nyaman dibuatnya.
Namaku Zidka. Nama
lengkapku Launa Zidka Zahrana. Teman-teman dikampusku memanggilku dengan
nama Zidka. Dengan bermodalkan wajah imut, hidung mancung, kulit sawo matang
membuat teman-temanku senang berteman dengan ku. Aku type perempuan yang manja,
egois tetapi baik hatinya. Sekilas, memang membosankan bila tahu perempuan
identik dengan manja. Benar-benar momok yang paling menakutkan. Tetapi, sifat
asliku tersebut tidak terlihat karena, aku termasuk mahasiswa aktif di kelas
dan di Jurusan, sehingga teman-temanku begitu easy going bila mengajak ngobrol
denganku, karena memang aku anaknya supel.
Dua jam telah berlalu,
ku mulai aktifitasku dengan membuka Facebook, berharap ada teman yang meng-coment
status ku. Ternyata, hanya beberapa teman lama yang hanya “like”
statusku. Sekarang, ku pindah arah pointer ke tab selanjutnya, ku buka
yahoo.mail ku, sekali lagi aku berharap teman-teman lama ku membalas email ku.
Tetapi, semuanya tak ada balasan dan pelampiasan terakhirku hanyalah
bersiap-siap berangkat ke tempat yang biasa ku kunjungi setiap hari Sabtu.
Handphone bergetar,
rupanya ada pesan masuk dari Handphone ku. “Dimana? Aku butuh
kamu sekarang sayang???”. SMS yang sering ku terima hingga memenuhi daftar
inbox ku. Begitulah, keseharianku selalu digerayangi oleh satu makhluk aneh nan
lucu. Dia adalah Rayna Naylul Farichah. Perempuan berkulit sawo matang,
suka coklat, talkactive dan hobi banget baca Novel tapi, giliran baca
buku yang berkaitan dengan pengetahuan sama sekali tidak disukainya.
Benar-benar orang aneh!
Kali ini, tujuan ku
keluar kamar ini bukan untuk bertemu dengan Rayna tetapi, ke tempat favorit ku tiga
tahun silam. Aku sudah lama, tak berkunjung ke tempat itu, tetapi hari ini aku
harus menuju ke tempat itu karena hari ini adalah hari bersejarah bagiku. Ku percepat
hingga peluh mulai membasahi kerudung warna hijau yang ku kenakan. Dalam
perjalanan, ku berharap tempat favoritku tersebut tak ada yang mendudukinya,
mengingat tempatnya yang begitu ramai, sejuk dan tenang. Jam sudah menunjukkan
pukul 7.15 hingga terasa matahari memancarkan cahayanya tanpa ragu-ragu. “Hmmmm....
Subhanallah. Pagi ini kau terangi dunia ku yang indah ini dengan balutan cahaya
yang begitu terang, hingga hati ini tentram dibuatnya. Sungguh, pagi yang
begitu menakjubkan dengan diiringi sahutan burung dibalik ranting yang masih
bergelantungan embun” bisikku dalam hati.
Akhirnya, ku sampai di
tempat yang sudah lama ingin aku datangi. Karena, ditempat itu begitu banyak
kenangan yang masih menari-nari dalam syahdunya rinduku kepadanya dan selalu menderu
di ujung nafasku. Kini, wajahku mulai terlihat rona bahagia, saat ku pandangi
tempat favorit yang biasa ku tempati bersamanya tiga tahun yang lalu. Aku
semakin bahagia, di saat ku lihat tempat yang sering ku tempati tak ada satu
orang pun yang datang untuk menempatinya. “Alhamdulillah, terima kasih Ya
Allah. Untung saja tak ada yang menempatinya”. Saat ku tengah mengeluarkan netbook
dari dalam tas ku, Handphone ku kembali bergetar, dan lagi-lagi
Rayna meng-SMS ku “Sayang..kamu dimana sich??? Ada yang mau aku cerita’in ke
kamu neeyhh...”. Rupanya, sahabatku yang konyol satu ini, ingin mengajakku
makan bareng dikampus pagi ini, langsung saja ku balas SMS nya, aku takut dia
marah padaku karena, sudah setengah jam yang lalu aku tidak membalas SMS Rayna.
“Iya. Nanti aku susul ya. Tapi, aku nggak janji kapan kita bisa ketemuannya.
Ntar, tak kabari lagi, OK.”
Setelah, ku selesai
membalas SMS dari Rayna tiba-tiba bunga kamboja berguguran dan jatuh tepat
diatas pundakku, tanpa terasa otakku kini mulai berpacu lagi di masa silam.
Disaat aku bersama dia dulu. Tak terasa, airmata mulai meneteskan beberapa butir
airmata dan begitu menusuk hati hingga jantungku. Ku mulai, mengayunkan jariku,
dan merangkai kata hingga tercipta menjadi kalimat yang begitu bersahaja dan
begitu menyentuh. Dan kini, aku mulai terhipnotis menuju dimensi yang
meninggalkan jejak-jejak masa lalu yang masih menggores hatiku. Sambil membaca
novel, tak terasa pikiran ku melayang jauh ke angka 04 September 2010, dimana
mulai saat itu aku mulai merasakan bagaimana indah dicintai oleh orang yang
begitu mencintai kita sepenuh hatinya.
*September, 2010*
“Zidka!!! Tunggu.....”.
Suara itu terdengar dari arah belakang. Ingin ku menoleh ke belakang, tetapi
aku sudah tahu siapa yang memanggilku, karena aku hafal suara siapa itu. Dari
arah perpustakaan kampus terlihat sosok laki-laki dengan umur 2 tahun lebih tua
dari aku, berlari menuju ke arahku dengan memakai baju batik warna merah bata. Namanya,
Amar Munawar. Dia lah laki-laki yang selama ini, selalu menemani ku
kemana saja aku pergi dan selalu membantuku dalam keadaan suka maupun duka.
Amar, sudah ku anggap sebagai kakak ku sendiri, meskipun kedudukan dia dihatiku
begitu special. Dengan nafas yang terengah-engah dia memulai lagi
pembicaraannya yang sempat terpotong. “Cepet amat sich, jalannya???
Emangnya, mau kemana??? Kayaknya buru-buru gitu??”. Ku jawab dengan simple-nya
“Iyaaaah, aku buru-buru banget!” dengan nada sedikit ketus, karena sudah
setengah jam aku menunggu dia keluar dari Perpustakaan. Kemudian, dia berusaha
menenangkan emosi sambil mempertontonkan wajah ngenes-nya. “Maaaa..ffff
banget. Tadi, aku diajak ngobrol sama temenku di cafe, jadi aku lupa ada janji
sama kamu. Sekali lagi maafin aku yaaa??? Mauu yaaa...!! Yaaa..?? Pleaseeee...”.
Karena, rasa kasihan aku pun memaafkannya, seraya berkata dengan nada sedikit
mengancam “Lain kali on-time loh, ntar lama-lama aku BT jalan ama kamu”
dengan wajah geram dan suntuk kami melanjutkan perjalanan ke taman dekat areal Fakultas
kami. Kebetulan, kami berada dalam satu Fakultas tetapi, berbeda jurusan dan
kebetulan pagi ini, kuliah kami free.
Hampir tiga tahun kami
jalani, dengan berbagai kesalahpahaman, rasa ketidakcocokan, konflik keluarga,
masalah internal dan beragam masalah yang menggerogoti pikiran ku saat itu. Tetapi,
jika masalah sudah mereda kami sering meluangkan waktu dan selalu menghabiskan waktu ditaman ini. Taman
ini, berada di sebelah barat Fakultas Hukum (fakultas ku). Disana, banyak
mahasiswa Fakultas Hukum nongkrong sambil online, baca buku,
SMS-an dan masih banyak aktifitas lain lagi. Tetapi, hari terakhir aku berada
di taman yang sering ku datangi hampir dua tahun ini, kini mulai tanggal 28
Desember 2012 sudah tak pernah ku datangi lagi. Karena, antara aku dan dia
sudah tak ada lagi komitmen yang pasti. Semuanya, serba digantungkan. Hingga,
pada akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan dikarenakan, dia harus
pulang kerumahnya, karena dia baru saja diwisuda bulan kemarin dan harus
kembali ke kampung halaman dan berkeputusan untuk mengakhiri hubungan kami.
Sore itu, dia mengajakku ke taman dan bermaksud untuk pamit pulang, dan dengan
wajah sayu nan hati-hati seraya ia berkata: “Sayang, sekarang kita sudah tak
bisa bersama karena aku harus pulang ke kampung halaman untuk bertemu Orang Tua
yang sudah lama aku rindukan, dan disana pula aku harus cari kerja untuk
membiayai sekolah adikku yang paling bungsu, karena kamu tahu sendiri keadaan
ekonomi keluargaku. Untuk itu, agar tak mengganggu konsentrasi ku nun jauh
disana dan konsentrasi mu untuk segera menyelesaikan skripsimu maka, aku
berkeputusan untuk mengakhiri hubungan kita”. Bibirku terbujur kaku, dan airmataku rasanya
ingin segera menerjang kuatnya bendungan mataku yang semakin lama makin
meredup, dengan lambaian angin sore ini makin menyadarkan aku bahwa hari ini,
detik ini aku harus kehilangan orang yang begitu aku sayangi. Dengan suara
terbata-bata aku menjawab: “Kalau itu sudah jadi keputusanmu aku menerimanya
dengan ikhlas. Karena, aku yakin suatu saat Allah akan memberikan hal terindah
dalam cinta kita. Mungkin, tidak sekarang tetapi nanti. Untuk itu, kita harus
bersabar untuk menantikan hal indah tersebut datang karena, saat ini Allah
tengah merangkai kebahagiaan haqiqi untuk kita berdua”. Sejenak ku hentikan
ucapanku, berharap dia kembali membalas ucapanku, tetapi aku salah. Dia pergi
tanpa berkata sepatah kata pun, dia berlalu dan sejenak dia menoleh ke belakang
dan memberikan sebungkus senyumnya padaku. Betapa, terpukulnya diriku saat ku
tahu dia pergi hanya menyisakkan senyum yang bagiku adalah senyum yang membawa
luka yang teramat dalam dan menyisakkan kenangan yang menumpuk diatas tumpukan
masa lalu yang masih tersusun rapi di memoriku.
Lamunan ku buyar
setelah, terdengar suara adzan Dzuhur menggema di Masjid kampus ku. Segera, ku
usap wajahku karena airmata tlah membanjiri wajahku dan bulu mataku basah bak
diguyur air hujan. Terpaan angin siang ini, makin kencang hingga kerudungku
ikut berkibar seraya mengikuti tiap detik hembusan angin. Segera, ku percepat
langkahku menuju masjid dan segera mengambil wudhu. Setelah, ku selesai
mengambil wudhu, langsung ku masuk kedalam masjid dan ikut shalat Dzuhur
berjama’ah dengan memakai mukenah warna hijau kesukaanku. Beberapa menit
kemudian, shalat pun selesai dan aku kembali merapikan kerudungku dan segera
menemui Rayna. Karena, ia sudah menunggu ku lama sekali. Setelah itu, kembali
ku SMS Rayna dan semoga saja saat ini ia berada di kampus. Sambil menuju
serambi masjid, jari-jariku disibukkan dengan mengetik SMS ke Rayna “Sayang
dimana?? Kita ketemu di Cafe ya...aku tunggu sekarang di Meja No.4...OK!”.
Tanpa basa-basi aku
langsung menuju cafe dan memesan meja no.4 dan memesan makanan karena, dari
tadi pagi aku belum sarapan pagi. Sambil menunggu pesenan datang, balasan SMS
dan kedatangan Rayna aku sempatkan untuk membaca novel dan memanjakan mulutku
untuk membaca kisah-kisah inspiratif agar otakku dipenuhi dengan kata-kata Keep
Spirit.Amin. Handphone ku bergetar dan ternyata ada balasan SMS
dari Rayna “Ok. Segera meluncur....!!!”.
Setelah
pesananku datang, selang beberapa menit kemudian Rayna muncul dengan gaya khas
nya. “Hay!!!! Kemana aja neng?? Dari tadi pagi ngilang kemana??” dengan
wajah dahi mengkerut. Langung ku sambar saja dengan wajah ikut-ikutan mengkerut
“Duduk dulu kek, baru nyerocos. Tuh, aku udah siapin makanan pluz minuman kesukaanmu.
Hari aku traktir kamu...soalnya, hari ini adalah hari jadi aku sama Maz Amar ”.
Tiba-tiba wajah “tanpa berdosanya” kambuh “Ciiieee....yang
masih nge-raya’in hari jadiannya. Padahal udah putus hampir tiga tahun yang
lalu. Uppzz...keceplosan! Maaf..maksudku nggak gitu sayang...”. “Nggak
apa-apa kok, aku tahu maksud kamu baik. Tetapi, aku nggak tahu aja hari ini (4
September 2012) tuh bener-bener terasa beda seperti tahun-tahun sebelumnya.
Aku merasa dia ada disini” dengan wajah menahan isak tangis ku mencoba
untuk tetap tegar, walau terkadang bibirku kaku untuk mengungkapkannya didepan
Rayna. Dengan wajah sayu, Rayna mencoba menghiburku “Iya. Aku faham sayang.
Tapi, Maz Amar yang kamu tunggu kedatangannya itu nggak datang-datang sampai
sekarang. Jangankan nyambang kamu di sini, sms ataupun telpon kamu aja dia
nggak pernah??? Untuk apa kamu menyimpan sejuta harapan padanya??” Lalu ku
mencoba dengan sekuat tenaga untuk mejelaskan ke Rayna bahwa yang dia katakan
barusan itu salah besar “Rayna, terkadang untuk mendapatkan sesuatu yang
kita inginkan bahkan yang kita butuhkan itu perlu pengorbanan. Salah satu
pengorbanannya itu adalah menunggu jawaban. Jawaban, yang terkadang tak kunjung
datang tapi, tetap akan datang dan datangnya pun disaat yang tepat. Yaitu,
disaat Allah mulai mengizinkan hal terindah tersebut datang dan aku ikhlas
menunggu keajaiban itu”. Dengan lemas Rayna menjawab “Hmmm...gini
neyh..kalo’ udah berfilsafat gini aku kalah argumen jadinya. Soalnya, otakku
nggak muat dan bakal di tolak untuk menerima kajian-kajian filsafat
gitu,hehehehehe...” sambil minum jus alpukat kesukaannya. “Bisa aja kamu
Rayn....kamu emang sahabat yang paling pengertian dan selalu buat aku tertawa
dan tersenyum,,makasssiiii yaaaa...” sambil ku cubit pipinya yang cempluk. Abisnya,
gemezz sich... Hihihihihihihi...
“Zid,
aku mau pulang duluan yaa... nggak apa-apa kan ???” Zidka, menjawab “Iyaahh..nggak
apa-apa”. Setelah itu, Rayna berlalu dan pergi meninggalkan cafe bercat
putih itu. Aku pun, mengikuti dari belakang menuju ke tempat favoritku tersebut
bermaksud untuk melanjutkan membaca
novel yang masih belum ku selesaikan sambil merasakan angin berhembus
dan sahutan burung yang menentramkan hati. Langkah ku kini, ku percepat dan
ingin segera sampai ke tempat favoritku itu. Saat ku sampai ke gerbang depan taman,
kulihat ada yang menempati.
Ku
lihat, ada sosok laki-laki yang duduk berlawanan arah dari pandanganku. Laki-laki
berpakaian warna hijau kotak-kotak sedang duduk sambil membaca dengan wajah
menunduk dan serius. Dengan hati-hati ku pandangi gerak-gerik nya, dan ku tanya
dengan nada curiga, “Siapa ya?”. Saat dia membalikkan wajahnya, ternyata
yang kulihat wajah dia. Dia yang dulu pernah pergi tanpa mengatakan sepatah
kata pun, berlalu tanpa ada pesan dan hilang tanpa ada arah yang jelas. Aku
terlamun, dan lamunanku terpecah saat dia memulai pembicaraan. “Zidka?? Aku
sudah menduga kamu pasti akan datang ketempat ini, dan akan duduk pula ditempat
ini karena hari ini adalah hari jadi kita yang ke-3”. Bibirku mulai kaku
lagi, dan tak bisa berkutik sedikitpun
dan akhirnya ku paksakan untuk menjawab “Maz ke sini mau ngapain?? Bukannya,
sampean ada di rumah dan kerja disana??” “Aku lagi free,,,makanya aku
sempetin untuk ke sini sekalian aku mau menjenguk kamu dan melihat keadaan
kamu, apa kamu baik-baik saja” “Hmmm...alhamdulillah aku baik-baik saja”
“Gimana, sama skripsi mu??? Lancar kan??” Jawabanku, mulai ku persingkat,
karena sakit hati ku teringat kembali disaat dia pergi meninggalkan ku. “Tujuan
maz kesini sebenarnya apa??” “Jujur aja, aku kesini untuk mengajak kamu
untuk kembali menata pecahan-pecahan dulu yang sengaja ku lakukan ke kamu
zid...Aku mau kita seperti dulu lagi, karena aku nggak bisa hidup tanpa kamu
dan selama 3tahun kita berpisah aku merindukan kebersamaan kita dan ingin
rasanya cepat-cepat berjumpa denganmu, dan sekarang aku sangat bahagia karena
bisa berjumpa denganmu walau dalam keadaan yang begitu menyakitkan seperti ini”.
“Aku
mengerti kok dengan keputusan sepihak yang sampean ucapkan ke aku tiga tahun
silam, dan aku juga sangat memahami dengan kondisi sampean dan aku menganggap
kepergianmu adalah ujian kesetiaan yang sengaja sampean berikan ke aku dan aku
bangga dengan diriku karena mampu melewati ini semua” Lantas Mas Amar duduk
mendekat kearahku “Kamu mau kan kita kembali seperti dulu??” Tanpa
basa-basi aku menjawab “Meski ruang dan waktu memisahkan tetapi hatiku tetap
untuk sampean seorang, dan aku akan menyesal seumur hidup apabila aku tidak
mengindahkan niat baik sampean untuk ku” Dengan wajah bahagia dan senyum
yang merekah dia mencium kening ku sembari berbisik “Jadikan aku laki-laki
yang paling istimewa dihatimu dan akan ku jadikan kamu ratu dalam kerajaan
hatiku”.
Kini,
aku mulai sadar betapa indahnya rencana Allah kepada makhluk-Nya. Allah tak
menjanjikan keindahan yang hambanya inginkan tetapi, keindahan yang kita
butuhkan dan keindahan itu pun datang disaat yang tepat. Betapa indahnya pula
arti kesabaran. Kesabaran untuk menanti sebuah keindahan yang haqiqi dalam
menjalani hidup ini, dan cinta itu butuh sebuah pengorbanan untuk meraih
mahligai cinta yang direstui oleh Allah SWT.