Nama ku Azkia Azalhea. Umurku 25
tahun. Orang-orang biasa memanggilku dengan nama Azkia. Aku anak tunggal di
keluarga. Aku hanya Lulusan S1 Komunikasi di Perguruan Tinggi Swasta di Kota
Malang. Keseharianku hanyalah menjadi Guru TK di dekat rumahku. Kedengarannya
memang lucu tapi, inilah aku Azkia yang belum mendapatkan pekerjaan yang bisa
aku banggakan kepada kedua Orang Tua ku. Ayahku hanyalah pegawai swasta di
sebuah perusahaan tekstil, dan gajinya pun tidak mampu menghidupi kami bertiga
karena, kebutuhan pokok yang semakin mahal sedangkan, ibuku hanyalah seorang
Ibu Rumah Tangga dan sering sakit-sakitan karena, sudah dua tahun ini ibuku
sakit jantung. Karena, biaya yang tidak ada, ibuku sering absent untuk check-up
ke dokter. Begitu berat cobaan dalam hidupku tetapi, aku masih bersyukur
kepada Allah SWT karena, sampai detik ini Orang Tua ku masih diberi kesehatan
dan kekuatan dalam mencari nafkah.
Rupanya, langit tlah melepaskan
selimut malam yang sudah bertarung bersama bulan dan bintang tadi malam.
Saatnya, sekarang ku mulai lembaran baru di akhir tahun ini dengan semangat
yang baru untuk tetap tersenyum di awal tahun nanti. Tetapi, pikiranku mulai
berkecamuk, disaat semua yang aku usahakan di tahun yang lalu belum tercapai
dan ingin sekali mewujudkannya di tahun baru nanti. Setiap orang punya resolusi
dalam hatinya masing-masing. Untuk mewujudkannya dibutuhkan kemauan yang keras
untuk menciptakannya dan butuh kerja keras dan usaha yang kuat untuk menjalani
setiap batu ujian yang siap menghadang. Debaran dalam hatiku semakin berdegup
kencang dan mendesakku untuk mulai mewujudkannya sekarang juga dan detik ini
juga. Mengingat banyaknya yang ingin aku gapai di tahun baru nanti, aku hanya
teringat dengan harapan serta keinginan yang ada dalam diri Ayah dan Ibuku. Mereka
ingin sekali, melihat aku mendapatkan pekerjaan yang tetap.
Hatiku menangis apabila aku ingat
keinginan mereka tersebut. Dan rasanya, aku berdosa sekali hingga membuat
mereka khawatir dan resah memikirkan masa depanku. Hatiku sudah mantap dan
bersiap untuk melangkah ke dunia luar sana, mencoba mencari celah untuk mewujudkan
keinginan kedua Orang Tuaku yang sudah lama mereka impikan. Bergegas aku
mengambil map yang berisi ijazah terakhirku dan beberapa dokumen yang penting
untuk dibawa, merapikan kerudungku, memakai sepatu, berpenampilan rapi. Di
ruang tamu aku tidak melihat Ayah. Biasanya, jam tujuh ayah masih diruang tamu
sambil membaca koran dan minum kopi didepan. Tapi, kali ini aku tidak melihat
ayah. “Ayah kemana yaaa?? Padahal aku ingin pamitan keluar mencoba untuk
mencari lowongan kerja” gumamku dalam hati. Tiba-tiba aku mendengar ada
yang memangilku dari arah dapur. “Azkiaaa..??? Azkiaaa..??” Sepertinya
suara Ibu. Bergegas ku berlari ke arah dapur dan aku mendapati ibuku yang
sedang sibuk menyediakan sarapan pagi untukku. Lagi-lagi hatiku menangis dan
bagai teriris sembilu saat ku melihat Ibu yang ku sayang sedang bertarung
dengan asap tebal didalam dapur hanya menyediakan sesuap nasi untukku. “Ibu
kan sedang sakit...?? Kok malah masak di dapur, udah gitu masaknya pake’ kayu
bakar lagi. Kenapa nggak pake’ kompor aja...” tanyaku sambil membereskan
dapur yang berantakan. “Bukannya gitu nak, kalo’ ibu nggak masak kamu nggak
sarapan nak?? Ibu pake’ kayu bakar karena minyak tanah kita habis. Uang ayahmu
juga udah menipis, jadi terpaksa ibu masak pake’ kayu bakar.”. “Nggak
apa-apa kok bu. Azkia bisa jajan diluar kok. Ibu nggak usah capek-capek masak
ntar sakit jantung Ibu kumat lagi... Ibu istrahat dikamar aja ya sekarang??”
Dengan wajah sedikit kecewa, Ibu ku
keluar dari dapur dan menuju kamarnya. Setelah aku menghabiskan sarapan, aku
menyusul Ibu ke kamar dan ingin berpamitan. “Ibu lagi tidur??? Azkia ganggu
nggak??”. “Nggak kok nak. Kamu mau kemana? Kok rapi sekali nak...”.
Langsung ku jawab dengan semangat dan penuh percaya diri “Hari ini Azkia mau
melamar kerja, entah di perusahaan mana. Soalnya, udah dua hari Azkia di rumah
terus, sekarang Azkia pengen keluar untuk mencari pekerjaan semoga saja Allah
mempermudah jalan Azkia pagi ini ya bu.. ”. Dengan mata berkaca-kaca ibuku
berkata “Ibu akan selalu mendo’akan yang terbaik untukmu anakku. Kau adalah satu-satunya
permata hati Ayah dan Ibu. Ibu akan selalu berdo’a yang terbaik untukmu wahai
permata hatiku”. Ku tahan tangisku dalam hati dan seraya berkata “Azkia
pamit dulu bu. Do’akan semoga Azkia dapat pekerjaan hari ini” ku kecup
tangan dan pipi Ibu ku dan aku keluar kamar.
Dalam perjalanan pikiranku nggak
enak. Karena, aku meninggalkan Ibuku sendirian di rumah. Apalagi, Ibu sekarang
sedang batuk-batuk, aku khawatir siapa yang akan membantunya mengambilkan air
minum didapur. Karena, jarak kamar tidur dan dapur lumayan jauh. Tetapi, aku
berdo’a kepada Allah semoga Ibuku selalu dalam lindungan-Nya. Jam sudah
menunjukkan pukul sembilan. Ku lihat uang didompetku tinggal limu ribu rupiah.
Tenggorokan ku mulai kering dan ingin rasanya meneguk air putih agar haus ini
hilang, tetapi mengingat uangku ku abaikan keinginanku tersebut. Jika aku
membeli minuman maka, ongkos aku pulang ke rumah nggak ada. Ku urungkan niatku
dan berusaha menahan hausku. Mencari tempat lowongan kerjapun aku jalan kaki,
karena memang aku sudah tidak punya uang lagi untuk naik angkutan umum. Wajahku
bercucuran oleh peluh di pagi hari ini. Saat aku lewat perempatan di jalan Gajayana,
aku melihat ada Toko Butik. Siapa tahu disana sedang menerima lowongan
pekerjaan, gumamku. “Permisi...!! Mbak, saya mau melamar pekerjaan. Apa
disini ada lowongan pekerjaan??” tanyaku. Kemudian, perempuan paruh baya
tersebut menjawab “Maaf banget mbak. Udah penuh.” “Ouwwhh..yaudah.
Makasih ya mbak” dengan nada datar.
Kembali lagi ku telusuri jalanan
protokoler di Kota Malang. Hembusan angin yang menjanjikan kedamaian, makin mengantarkan
aku ke dimensi yang begitu tentram. Tamparan angin ku rasakan hingga menyentuh
kalbuku. Tanpa sengaja aku melihat ada stasiun radio di sebelah kiri jalan.
Tanpa basa-basi ku mendekati area stasiun radio tersebut. “Lumayan juga neyh
tempat. Siapa tau disini lagi memerlukan karyawan sebagai penyiar radio. Aku
kan lulusan S1 Komunikasi. Siapa tahu keterima” dengan percaya diri yang
menggunung ku kuatkan hatiku untuk melangkah kedalam gedung dan menuju loby.
Terlihat ada receptionis didepan, berpakaian rapi dan berparas cantik. “Selamat
Pagi. Ada yang bisa kami bantu??” dengan gugup aku menjawab “Iya mbak.
Aku mau nanya apa disini sedang buka lowongan pekerjaan???” Receptionis
yang sebelah kanan langsung menjawab “Iya mbak ada. Silahkan mbaknya duduk
dulu di loby sebelah sana. Nanti kami panggil mbaknya setelah saya menelpon atasan
saya”. Mendengar ucapan receptionis tersebut hatiku langsung tersenyum dan
tak ingin melewatkan peluang emas ini.
Kira-kira lima belas menit aku
menunggu. Kemudian receptionis memanggil nama ku. “Namanya siapa mbak???”
Langsung ku jawab “Azkia Azalhea”. “Ok. Mbaknya di tunggu oleh bagian
HRD di ruang Interview sekarang. Mbaknya naik ke lantai dua setelah itu lurus
kemudian belok kanan dan cari ruangan yang bertuliskan Interview” “Baik.
Makasih ya mbak.” Senyum yang dibalas oleh kedua receptionist itu makin
membakar semangatku untuk lebih bersemangat lagi. Langkah ku percepat, aku
khawatir Manager nya, menunggu ku. Sesampainya, aku didepan ruangan yang
bertuliska “Interview” dengan
mantap ku ketuk pintunya. Terdengar suara dari dalam “Iya, masuk”.
Dengan hati-hati ku buka pintunya, dan ku melihat ada sosok laki-laki
berpakaian rapi sedang merapikan dokumen-dokumen yang sedang berserakan di
meja. “Silahkan duduk” “Iya pak” jawabku. “Perkenalkan, nama
saya Bambang, saya menjabat sebagai Manager HRD tepatnya di bagian Penyiaran di
Pelangi Radio. Baik, kita mulai wawancaranya. Nama anda Azkia Azalhea, betul??”
“Iya pak”. “Pengalaman anda bekerja, sudah berapa tahun dan dimana
saja anda sudah pernah bekerja??” dengan suara terbata-bata aku mencoba
menjawab pertanyaannya “Saya pernah menjadi Guru TK di dekat rumah saya.
Saya menjadi Guru TK kurang lebih sudah satu tahun”.
Beberapa detik Pak Bambang sepertinya sedang
memikirkan sesuatu dan kemudian beliau melanjutkan pembicaraannya “Setelah
melihat CV anda, pengalaman kerja dan background pendidikan anda, saya
memutuskan untuk menerima anda sebagai karyawan khususnya sebagai penyiar radio
di Pelangi FM dan besok anda sudah bisa bekerja dan datang tepat waktu jam delapan
pagi besok”. Mendengar ucapan dari Pak Bambang airmataku menetes dan aku
menangis dengan penuh bahagia, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan yang tetap
dan bisa mewujudkan harapan dan keinginan Orang Tua ku sejak dulu. “Makasih
banyak pak. Baik, saya akan hadir tepat waktu dan akan bekerja dengan
professional untuk kemajuan Pelangi Radio FM” dengan wajah yang sumringah
pak Bambang menambahkan “Terima kasih atas komitmennya. Oh iya, saya hampir
lupa untuk gaji pertama saya beri anda seperempat ya mbak Azkia. Gaji penyiar
radio disini tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Untuk saat ini saya beri anda
uang gaji anda dua ratus lima puluh ribu dulu, bagaimana?? Deal?? ” dengan
wajah masih berlinangan airmata aku menyetujuinya dengan menerima gaji
seperempat dulu. “Sekali lagi, terima kasih pak. Saya permisi dulu” “Ohh...iya
mbak. Sampai ketemu besok pagi”.
Saat aku didepan gerbang “Pelangi Radio FM”
tak henti-hentinya aku berterima kasih pada Allah SWT yang telah mendengarkan
do’aku, dan berterima kasih pada Ayahku yang tercinta karena, berkat semangat
beliau aku bisa mendapatkan pekerjaan walaupun pagi tadi aku tidak berjumpa
dengannya dan yang terakhir kepada Ibu ku tercinta yang tetap setia
menengadahkan tangannya berdo’a memohon kemurahan hati-Nya untuk kesuksesanku
dan menghabiskan beribu linangan airmata nya untuk keselamatan dan kesehatanku.
Dalam perjalanan aku teringat dengan Ibuku yang sedang sakit. Aku menuju apotek
terdekat dan membeli beberapa obat yang bisa dikonsumsi oleh Ibu ku selama
sebulan karena, khawatir sakit jantungnya kumat. Setelah ku belikan obat untuk
Ibu, aku teringat dengan ayahku yang ingin membeli baju, celana dan sepatu
baru. Sebulan yang lalu, Ayah bercerita bahwa kantornya akan mengadakan acara
besar-besaran di rumah Managernya dan seluruh karyawan diharapkan untuk hadir
dalam rangka merayakan Tahun Baru 2012. Tanpa berpikir panjang, aku masuk ke
toko untuk membeli baju, celana dan sepatu untuk Ayah. Alhasil aku memilih baju
batik berwarna hijau muda dengan motif modern dan dihiasi emas
ditengah-tengahnya dan celana berwarna hitam dan aku memilih sepatu kulit
berwarna hitam untuk Ayah. Setelah lama memilih baju Ayah, aku melihat ada gaun
indah berwarna hijau lumut yang digantung dengan berhiaskan diamond di lingkar
perutnya. “Gimana kalo’ baju ini ku hadiahkan untuk Ibu. Sudah lama Ibu
nggak membeli pakaian baru. Apalagi besok kan ada acara di rumah Manager nya
Ayah” pikirku. Tanpa melihat harganya ku suruh karyawannya untuk membungkus
rapi gaun tersebut serta kado yang ingin ku berikan pada Ayah.
Di dalam perjalanan, tak henti-hentinya ku
bersyukur pada Allah SWT yang telah menganugerahkan semua ini kepadaku. Sesampainya
dirumah, aku melihat Ayah dan Ibuku sedang asyik menonton TV diruang tengah. “Assalamu
‘alaikum???” dengan wajah berseri-seri. “Wa’alaikum Salam”. Langsung
ku ciumi kedua tangan Orang Tua ku. “Kamu dari mana saja??? Mana belanjaan
mu banyak lagi. Kamu dapat uang dari mana nak??” rupanya ayah tengah
menginterogasiku. “Azkia, tadi pagi pamitan sama Ibu katanya mau cari kerja
Ayah... Tapi, ibu nggak tahu kenapa Azkia pulang-pulang malah bawa belanjaan
banyak” Ibu berusaha mencari pembelaan untukku. Tanpa menunggu lama,
langsung ku jawab semua pertanyaan kedua Orang Tua ku “Begini Ayah Ibu. Tadi
Azkia di terima jadi Penyiar Radio dan gajinya lumayan. Satu bulan tujuh ratus
lima puluh ribu rupiah. Gaji Azkia dibayar seperempatnya dan gaji pertama Azkia
pake’ untuk beli kado buat Ayah sama Ibu”. Tiba-tiba Ibu menangis dan
memelukku dengan erat sekali, serasa tak ingin lepas. Kemudian, Ayah juga
memelukku sambil berkata “Kau memang permata hati kami. Semoga kesehatan,
keselamatan dan keberkahan selalu menyelimutimu nak..Ayah akan selalu ada
disetiap do’a-do’a mu nak...” “Ibu sangat berterima kasih pada Allah
karena, tlah memberikan anak sebaik dan seluhur kamu nak. Maafkan Ayah dan Ibu
mu yang tak pernah bisa membahagiakan mu secara sempurna”
Isak tangis kini mulai mengisi di ruang tengah
rumahku. Dengan memberanikan diri, ku berusaha menguatkan hati Ayah dan Ibuku “Azkia
juga bangga dan berterima kasih pada Allah karena memiliki Orang Tua yang
begitu sabar dan luar biasa seperti Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu adalah penawar
dari segala keresahan dan kesulitan yang aku alami selama ini. Ini hanya seikat
kado di Akhir Tahun untuk Ayah dan Ibu dari Azkia. Aku berharap Ayah dan Ibu
memakainya di acara kantornya Ayah besok pagi. Oh ya, Azkia juga udah beli’in
Ibu obat Insya Allah cukup untuk sebulan”.
Aku melihat Ayah dan Ibuku tak mampu lagi
berkata, hanya tangis bahagia yang bisa mereka berdua ekspresikan dan memelukku
dengan erat, Dalam hati ku berkata: “Allah tidak akan memberikan apa yang
diinginkan oleh hamba-Nya melainkan apa yang hamba-Nya butuhkan, karena
sesungguhnya Allah berada disaat kita tengah berusaha untuk mendapatkan apa
yang kita butuhkan dan setia menebarkan sayap-sayap kebahagiaan. Sayap-sayap
kebahagiaan itu hadir berkat keikhlasan hati dari Orang Tua kita”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar