Jumat, 27 Januari 2012

Sebungkus Senyum di Akhir Desember

                Kini, sang surya mulai menjemput pagi yang tengah terlelap dalam rimbunnya malam. Sayup-sayup terdengar untaian kalimat Allah di dengungkan. Sungguh, pagi yang begitu menakjubkan. Terbangun ku, dari mimpi yang begitu pekat, hingga mulai berjalan sempoyongan menuju pintu kamar yang terkunci. Lamunan ku kembali, menggerayangi ku dalam luapan mimpi yang masih tertahan di ujung mataku, hingga memaksa bola mataku untuk berkedip dan siap untuk shalat. Langkah kecil, mulai ku pijakkan setelah ku keluar dari dalam kamar yang menjanjikan fantasi yang luar biasa, dan kini ku siap untuk berwudhu dan akan menunaikan ibadah shalat Subuh. Kamar pojok, lantai dua no.2 ku sisipkan kenangan, cita-cita, masa depan, dan segala keluh-kesahku selama dua tahun. Dengan dinding ber-cat warna hijau daun, membuat hati semakin nyaman dibuatnya.
               Namaku Zidka. Nama lengkapku Launa Zidka Zahrana. Teman-teman dikampusku memanggilku dengan nama Zidka. Dengan bermodalkan wajah imut, hidung mancung, kulit sawo matang membuat teman-temanku senang berteman dengan ku. Aku type perempuan yang manja, egois tetapi baik hatinya. Sekilas, memang membosankan bila tahu perempuan identik dengan manja. Benar-benar momok yang paling menakutkan. Tetapi, sifat asliku tersebut tidak terlihat karena, aku termasuk mahasiswa aktif di kelas dan di Jurusan, sehingga teman-temanku begitu easy going bila mengajak ngobrol denganku, karena memang aku anaknya supel.
               Dua jam telah berlalu, ku mulai aktifitasku dengan membuka Facebook, berharap ada teman yang meng-coment status ku. Ternyata, hanya beberapa teman lama yang hanya “like” statusku. Sekarang, ku pindah arah pointer ke tab selanjutnya, ku buka yahoo.mail ku, sekali lagi aku berharap teman-teman lama ku membalas email ku. Tetapi, semuanya tak ada balasan dan pelampiasan terakhirku hanyalah bersiap-siap berangkat ke tempat yang biasa ku kunjungi setiap hari Sabtu.
              Handphone bergetar, rupanya ada pesan masuk dari Handphone ku. “Dimana? Aku butuh kamu sekarang sayang???”. SMS yang sering ku terima hingga memenuhi daftar inbox ku. Begitulah, keseharianku selalu digerayangi oleh satu makhluk aneh nan lucu. Dia adalah Rayna Naylul Farichah. Perempuan berkulit sawo matang, suka coklat, talkactive dan hobi banget baca Novel tapi, giliran baca buku yang berkaitan dengan pengetahuan sama sekali tidak disukainya. Benar-benar orang aneh!
             Kali ini, tujuan ku keluar kamar ini bukan untuk bertemu dengan Rayna tetapi, ke tempat favorit ku tiga tahun silam. Aku sudah lama, tak berkunjung ke tempat itu, tetapi hari ini aku harus menuju ke tempat itu karena hari ini adalah hari bersejarah bagiku. Ku percepat hingga peluh mulai membasahi kerudung warna hijau yang ku kenakan. Dalam perjalanan, ku berharap tempat favoritku tersebut tak ada yang mendudukinya, mengingat tempatnya yang begitu ramai, sejuk dan tenang. Jam sudah menunjukkan pukul 7.15 hingga terasa matahari memancarkan cahayanya tanpa ragu-ragu. “Hmmmm.... Subhanallah. Pagi ini kau terangi dunia ku yang indah ini dengan balutan cahaya yang begitu terang, hingga hati ini tentram dibuatnya. Sungguh, pagi yang begitu menakjubkan dengan diiringi sahutan burung dibalik ranting yang masih bergelantungan embun” bisikku dalam hati.
                 Akhirnya, ku sampai di tempat yang sudah lama ingin aku datangi. Karena, ditempat itu begitu banyak kenangan yang masih menari-nari dalam syahdunya rinduku kepadanya dan selalu menderu di ujung nafasku. Kini, wajahku mulai terlihat rona bahagia, saat ku pandangi tempat favorit yang biasa ku tempati bersamanya tiga tahun yang lalu. Aku semakin bahagia, di saat ku lihat tempat yang sering ku tempati tak ada satu orang pun yang datang untuk menempatinya. “Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah. Untung saja tak ada yang menempatinya”. Saat ku tengah mengeluarkan netbook dari dalam tas ku, Handphone ku kembali bergetar, dan lagi-lagi Rayna meng-SMS ku “Sayang..kamu dimana sich??? Ada yang mau aku cerita’in ke kamu neeyhh...”. Rupanya, sahabatku yang konyol satu ini, ingin mengajakku makan bareng dikampus pagi ini, langsung saja ku balas SMS nya, aku takut dia marah padaku karena, sudah setengah jam yang lalu aku tidak membalas SMS Rayna. “Iya. Nanti aku susul ya. Tapi, aku nggak janji kapan kita bisa ketemuannya. Ntar, tak kabari lagi, OK.
                Setelah, ku selesai membalas SMS dari Rayna tiba-tiba bunga kamboja berguguran dan jatuh tepat diatas pundakku, tanpa terasa otakku kini mulai berpacu lagi di masa silam. Disaat aku bersama dia dulu. Tak terasa, airmata mulai meneteskan beberapa butir airmata dan begitu menusuk hati hingga jantungku. Ku mulai, mengayunkan jariku, dan merangkai kata hingga tercipta menjadi kalimat yang begitu bersahaja dan begitu menyentuh. Dan kini, aku mulai terhipnotis menuju dimensi yang meninggalkan jejak-jejak masa lalu yang masih menggores hatiku. Sambil membaca novel, tak terasa pikiran ku melayang jauh ke angka 04 September 2010, dimana mulai saat itu aku mulai merasakan bagaimana indah dicintai oleh orang yang begitu mencintai kita sepenuh hatinya.
*September, 2010*
               Zidka!!! Tunggu.....”. Suara itu terdengar dari arah belakang. Ingin ku menoleh ke belakang, tetapi aku sudah tahu siapa yang memanggilku, karena aku hafal suara siapa itu. Dari arah perpustakaan kampus terlihat sosok laki-laki dengan umur 2 tahun lebih tua dari aku, berlari menuju ke arahku dengan memakai baju batik warna merah bata. Namanya, Amar Munawar. Dia lah laki-laki yang selama ini, selalu menemani ku kemana saja aku pergi dan selalu membantuku dalam keadaan suka maupun duka. Amar, sudah ku anggap sebagai kakak ku sendiri, meskipun kedudukan dia dihatiku begitu special. Dengan nafas yang terengah-engah dia memulai lagi pembicaraannya yang sempat terpotong. “Cepet amat sich, jalannya??? Emangnya, mau kemana??? Kayaknya buru-buru gitu??”. Ku jawab dengan simple-nya “Iyaaaah, aku buru-buru banget!” dengan nada sedikit ketus, karena sudah setengah jam aku menunggu dia keluar dari Perpustakaan. Kemudian, dia berusaha menenangkan emosi sambil mempertontonkan wajah ngenes-nya. “Maaaa..ffff banget. Tadi, aku diajak ngobrol sama temenku di cafe, jadi aku lupa ada janji sama kamu. Sekali lagi maafin aku yaaa??? Mauu yaaa...!! Yaaa..?? Pleaseeee...”. Karena, rasa kasihan aku pun memaafkannya, seraya berkata dengan nada sedikit mengancam “Lain kali on-time loh, ntar lama-lama aku BT jalan ama kamu” dengan wajah geram dan suntuk kami melanjutkan perjalanan ke taman dekat areal Fakultas kami. Kebetulan, kami berada dalam satu Fakultas tetapi, berbeda jurusan dan kebetulan pagi ini, kuliah kami free.
            Hampir tiga tahun kami jalani, dengan berbagai kesalahpahaman, rasa ketidakcocokan, konflik keluarga, masalah internal dan beragam masalah yang menggerogoti pikiran ku saat itu. Tetapi, jika masalah sudah mereda kami sering meluangkan waktu dan  selalu menghabiskan waktu ditaman ini. Taman ini, berada di sebelah barat Fakultas Hukum (fakultas ku). Disana, banyak mahasiswa Fakultas Hukum nongkrong sambil online, baca buku, SMS-an dan masih banyak aktifitas lain lagi. Tetapi, hari terakhir aku berada di taman yang sering ku datangi hampir dua tahun ini, kini mulai tanggal 28 Desember 2012 sudah tak pernah ku datangi lagi. Karena, antara aku dan dia sudah tak ada lagi komitmen yang pasti. Semuanya, serba digantungkan. Hingga, pada akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan dikarenakan, dia harus pulang kerumahnya, karena dia baru saja diwisuda bulan kemarin dan harus kembali ke kampung halaman dan berkeputusan untuk mengakhiri hubungan kami. Sore itu, dia mengajakku ke taman dan bermaksud untuk pamit pulang, dan dengan wajah sayu nan hati-hati seraya ia  berkata: “Sayang, sekarang kita sudah tak bisa bersama karena aku harus pulang ke kampung halaman untuk bertemu Orang Tua yang sudah lama aku rindukan, dan disana pula aku harus cari kerja untuk membiayai sekolah adikku yang paling bungsu, karena kamu tahu sendiri keadaan ekonomi keluargaku. Untuk itu, agar tak mengganggu konsentrasi ku nun jauh disana dan konsentrasi mu untuk segera menyelesaikan skripsimu maka, aku berkeputusan untuk mengakhiri hubungan kita”.  Bibirku terbujur kaku, dan airmataku rasanya ingin segera menerjang kuatnya bendungan mataku yang semakin lama makin meredup, dengan lambaian angin sore ini makin menyadarkan aku bahwa hari ini, detik ini aku harus kehilangan orang yang begitu aku sayangi. Dengan suara terbata-bata aku menjawab: “Kalau itu sudah jadi keputusanmu aku menerimanya dengan ikhlas. Karena, aku yakin suatu saat Allah akan memberikan hal terindah dalam cinta kita. Mungkin, tidak sekarang tetapi nanti. Untuk itu, kita harus bersabar untuk menantikan hal indah tersebut datang karena, saat ini Allah tengah merangkai kebahagiaan haqiqi untuk kita berdua”. Sejenak ku hentikan ucapanku, berharap dia kembali membalas ucapanku, tetapi aku salah. Dia pergi tanpa berkata sepatah kata pun, dia berlalu dan sejenak dia menoleh ke belakang dan memberikan sebungkus senyumnya padaku. Betapa, terpukulnya diriku saat ku tahu dia pergi hanya menyisakkan senyum yang bagiku adalah senyum yang membawa luka yang teramat dalam dan menyisakkan kenangan yang menumpuk diatas tumpukan masa lalu yang masih tersusun rapi di memoriku.
                        Lamunan ku buyar setelah, terdengar suara adzan Dzuhur menggema di Masjid kampus ku. Segera, ku usap wajahku karena airmata tlah membanjiri wajahku dan bulu mataku basah bak diguyur air hujan. Terpaan angin siang ini, makin kencang hingga kerudungku ikut berkibar seraya mengikuti tiap detik hembusan angin. Segera, ku percepat langkahku menuju masjid dan segera mengambil wudhu. Setelah, ku selesai mengambil wudhu, langsung ku masuk kedalam masjid dan ikut shalat Dzuhur berjama’ah dengan memakai mukenah warna hijau kesukaanku. Beberapa menit kemudian, shalat pun selesai dan aku kembali merapikan kerudungku dan segera menemui Rayna. Karena, ia sudah menunggu ku lama sekali. Setelah itu, kembali ku SMS Rayna dan semoga saja saat ini ia berada di kampus. Sambil menuju serambi masjid, jari-jariku disibukkan dengan mengetik SMS ke Rayna “Sayang dimana?? Kita ketemu di Cafe ya...aku tunggu sekarang di Meja No.4...OK!”.
                   Tanpa basa-basi aku langsung menuju cafe dan memesan meja no.4 dan memesan makanan karena, dari tadi pagi aku belum sarapan pagi. Sambil menunggu pesenan datang, balasan SMS dan kedatangan Rayna aku sempatkan untuk membaca novel dan memanjakan mulutku untuk membaca kisah-kisah inspiratif agar otakku dipenuhi dengan kata-kata Keep Spirit.Amin. Handphone ku bergetar dan ternyata ada balasan SMS dari Rayna “Ok. Segera meluncur....!!!”.
Setelah pesananku datang, selang beberapa menit kemudian Rayna muncul dengan gaya khas nya. “Hay!!!! Kemana aja neng?? Dari tadi pagi ngilang kemana??” dengan wajah dahi mengkerut. Langung ku sambar saja dengan wajah ikut-ikutan mengkerut “Duduk dulu kek, baru nyerocos. Tuh, aku udah siapin makanan pluz minuman kesukaanmu. Hari aku traktir kamu...soalnya, hari ini adalah hari jadi aku sama Maz Amar ”. Tiba-tiba wajah “tanpa berdosanya” kambuh “Ciiieee....yang masih nge-raya’in hari jadiannya. Padahal udah putus hampir tiga tahun yang lalu. Uppzz...keceplosan! Maaf..maksudku nggak gitu sayang...”. “Nggak apa-apa kok, aku tahu maksud kamu baik. Tetapi, aku nggak tahu aja hari ini (4 September 2012) tuh bener-bener terasa beda seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku merasa dia ada disini” dengan wajah menahan isak tangis ku mencoba untuk tetap tegar, walau terkadang bibirku kaku untuk mengungkapkannya didepan Rayna. Dengan wajah sayu, Rayna mencoba menghiburku “Iya. Aku faham sayang. Tapi, Maz Amar yang kamu tunggu kedatangannya itu nggak datang-datang sampai sekarang. Jangankan nyambang kamu di sini, sms ataupun telpon kamu aja dia nggak pernah??? Untuk apa kamu menyimpan sejuta harapan padanya??” Lalu ku mencoba dengan sekuat tenaga untuk mejelaskan ke Rayna bahwa yang dia katakan barusan itu salah besar “Rayna, terkadang untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan bahkan yang kita butuhkan itu perlu pengorbanan. Salah satu pengorbanannya itu adalah menunggu jawaban. Jawaban, yang terkadang tak kunjung datang tapi, tetap akan datang dan datangnya pun disaat yang tepat. Yaitu, disaat Allah mulai mengizinkan hal terindah tersebut datang dan aku ikhlas menunggu keajaiban itu”. Dengan lemas Rayna menjawab “Hmmm...gini neyh..kalo’ udah berfilsafat gini aku kalah argumen jadinya. Soalnya, otakku nggak muat dan bakal di tolak untuk menerima kajian-kajian filsafat gitu,hehehehehe...” sambil minum jus alpukat kesukaannya. “Bisa aja kamu Rayn....kamu emang sahabat yang paling pengertian dan selalu buat aku tertawa dan tersenyum,,makasssiiii yaaaa...” sambil ku cubit pipinya yang cempluk. Abisnya, gemezz sich... Hihihihihihihi...
Zid, aku mau pulang duluan yaa... nggak apa-apa kan ???” Zidka, menjawab “Iyaahh..nggak apa-apa”. Setelah itu, Rayna berlalu dan pergi meninggalkan cafe bercat putih itu. Aku pun, mengikuti dari belakang menuju ke tempat favoritku tersebut bermaksud untuk melanjutkan membaca  novel yang masih belum ku selesaikan sambil merasakan angin berhembus dan sahutan burung yang menentramkan hati. Langkah ku kini, ku percepat dan ingin segera sampai ke tempat favoritku itu. Saat ku sampai ke gerbang depan taman, kulihat ada yang menempati. 
Ku lihat, ada sosok laki-laki yang duduk berlawanan arah dari pandanganku. Laki-laki berpakaian warna hijau kotak-kotak sedang duduk sambil membaca dengan wajah menunduk dan serius. Dengan hati-hati ku pandangi gerak-gerik nya, dan ku tanya dengan nada curiga, “Siapa ya?”. Saat dia membalikkan wajahnya, ternyata yang kulihat wajah dia. Dia yang dulu pernah pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun, berlalu tanpa ada pesan dan hilang tanpa ada arah yang jelas. Aku terlamun, dan lamunanku terpecah saat dia memulai pembicaraan. “Zidka?? Aku sudah menduga kamu pasti akan datang ketempat ini, dan akan duduk pula ditempat ini karena hari ini adalah hari jadi kita yang ke-3”. Bibirku mulai kaku lagi, dan tak  bisa berkutik sedikitpun dan akhirnya ku paksakan untuk menjawab “Maz ke sini mau ngapain?? Bukannya, sampean ada di rumah dan kerja disana??” “Aku lagi free,,,makanya aku sempetin untuk ke sini sekalian aku mau menjenguk kamu dan melihat keadaan kamu, apa kamu baik-baik saja” “Hmmm...alhamdulillah aku baik-baik saja” “Gimana, sama skripsi mu??? Lancar kan??” Jawabanku, mulai ku persingkat, karena sakit hati ku teringat kembali disaat dia pergi meninggalkan ku. “Tujuan maz kesini sebenarnya apa??” “Jujur aja, aku kesini untuk mengajak kamu untuk kembali menata pecahan-pecahan dulu yang sengaja ku lakukan ke kamu zid...Aku mau kita seperti dulu lagi, karena aku nggak bisa hidup tanpa kamu dan selama 3tahun kita berpisah aku merindukan kebersamaan kita dan ingin rasanya cepat-cepat berjumpa denganmu, dan sekarang aku sangat bahagia karena bisa berjumpa denganmu walau dalam keadaan yang begitu menyakitkan seperti ini”.
Aku mengerti kok dengan keputusan sepihak yang sampean ucapkan ke aku tiga tahun silam, dan aku juga sangat memahami dengan kondisi sampean dan aku menganggap kepergianmu adalah ujian kesetiaan yang sengaja sampean berikan ke aku dan aku bangga dengan diriku karena mampu melewati ini semua” Lantas Mas Amar duduk mendekat kearahku “Kamu mau kan kita kembali seperti dulu??” Tanpa basa-basi aku menjawab “Meski ruang dan waktu memisahkan tetapi hatiku tetap untuk sampean seorang, dan aku akan menyesal seumur hidup apabila aku tidak mengindahkan niat baik sampean untuk ku” Dengan wajah bahagia dan senyum yang merekah dia mencium kening ku sembari berbisik “Jadikan aku laki-laki yang paling istimewa dihatimu dan akan ku jadikan kamu ratu dalam kerajaan hatiku”.
Kini, aku mulai sadar betapa indahnya rencana Allah kepada makhluk-Nya. Allah tak menjanjikan keindahan yang hambanya inginkan tetapi, keindahan yang kita butuhkan dan keindahan itu pun datang disaat yang tepat. Betapa indahnya pula arti kesabaran. Kesabaran untuk menanti sebuah keindahan yang haqiqi dalam menjalani hidup ini, dan cinta itu butuh sebuah pengorbanan untuk meraih mahligai cinta yang direstui oleh Allah SWT.

Tidak ada komentar: