Minggu, 25 November 2012

AKHIRNYA, CINTA KU PUN BERBUIH



            Kisah ini begitu pilu. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa aku akan mengalami kisah yang begitu pelik dan alot dalam mengarungi hidup yang sejatinya harus aku teruskan. Pernah terbesit di pikiranku bahwa Allah tak menyayangiku. Tetapi, lagi-lagi ini adalah ujian kemantapan hatiku dalam mengambil keputusan dan berkomitmen. Setahun sudah, setelah kepergiannya. Tetapi, hatiku masih saja merindukan kehadirannya, masih ingin mendengar tawa kecilnya bahkan masih ingin memandangnya dalam-dalam sembari mendengarkan ia yang tengah bersenandung. Nada lirih mulai terbuka dan terdengar dari mulutku, setelah sekian lama terkunci. “Aku mencintaimu”. Tanpa disadari airmata mulai membasahi pipiku yang terlihat tirus di depan cermin. Wajahku pucat, karena beberapa hari ini aku tak nafsu makan. Bangun dari tempat tidurpun aku tak mampu.
            Kini aku harus mengikhlaskan semuanya, dan menerima semua takdir ini dengan hati yang lapang. Hari ini adalah hari bahagiaku. Hari yang paling membuat hati siapa pun bahagia tiada tara, tetapi tidak padaku. Justru, hari ini adalah hari yang paling membuat aku terpukul dan belajar ikhlas terhadap sesuatu yang bukan milik dan hakku. Seorang perempuan yang tak banyak bicara, anggun, lemah lembut, sopan dan tak banyak menuntut. Hari ini akan melewati hari-hari yang begitu berat. Dimana, hari ini akan dilangsungkan aqad nikah pernikahanku, dan didepan rumah sudah mulai terdengar suara hiruk pikuk keluarga dan kerabat. “Ayra....”, suara keras dan lantang memanggil dari luar. Amayra Farichatin. Nama yang diberikan oleh ayahku tercinta 23 tahun silam. Dengan nada rendah dan tak bersemangat ku jawab “Iya bu”. Udah selesai belum nak?? Semua orang udah nunggu dari tadi loh?? Radit juga udah nunggu dari tadi. Masih sama dengan yang tadi, ku jawab pelan pertanyaan dari Ibuku Iya bu, ini udah hampir selesai kok. Bentar lagi Ayra turun.
            Tak ingin mengecewakan Ayah dan Ibu di hari bahagia ini, itulah tekad ku. Meskipun, aku tahu hari ini adalah hari yang paling mengecewakan dalam hidupku. Persoalan yang tengah melilitku saat ini adalah aku menikah dengan orang asing, orang yang tak mengerti aku sepenuhnya bahkan orang yang sama sekali tak aku cintai. Ironis memang, tetapi harus aku lalui. Ku pandangi layar handphone berharap ia sekedar meng-sms atau menelpon aku. Ternyata, handphone ku tak ada satu pun pesan yang masuk. Setelah berjam-jam di dandani akhirnya aku harus siap turun dan menuju ke tempat sakral ku yang membuat hatiku ­deg-deg an. kamu cantik banget pagi ini Ayra. Itulah sebaris kalimat yang tak berguna bagiku yang keluar dari mulutnya Radit, bagaimana tidak?? Karena, aku tak menginginkan kalimat itu keluar dari mulutnya. Itu semua karena aku tak mencintainya. Lagi-lagi cinta yang aku permasalahkan. Padahal, cinta yang aku punya sudah tak bernilai harganya, yang ada hanyalah nilai-nilai ketaatan seorang anak terhadap orang tua nya, dan ini merupakan ketaatan yang terakhir untukku kepada orang tua ku.
            Mataku rasanya ingin menumpahkan airmata sebanyak-banyaknya. Tetapi, aku tahan hingga pelupuk mataku. Aku berharap semoga hari ini aku tidak menangis, dan hanya senyum bahagia yang aku tebarkan dihadapan orang tua dan keluargaku. Setelah, ijab qabul berakhir hatiku sedikit tenang dan kekhawatiran ku sudah berkurang, meskipun ada yang mengganjal di pikiranku “kenapa ia tak datang di hari bahagia ku??? Begitu tak berartinya aku untuknya”. Selalu ku ulang-ulang terus deretan kalimat sedih nan menusuk hati itu. Kok melamun sayang??? Suara itu mengagetkan aku dalam lamunan panjangku, dan ternyata dia. Uuhh,,,Radit !!! Nggak kok, cuma lagi nggak enak badan saja kok Dit, sebisa mungkin aku memberikan alasan kepadanya. Istrahat dulu di kamar, kan nanti sehabis Ashar kita ada acara Resepsi. Kamu tidur saja dulu sayang. Mendengar kalimat itu, hatiku tersentak. Rasanya, darah ku berdesir dan aliran darahku terhenti dalam sekejap. Begitu bencinya aku saat mendengar kata sayang terucap dari bibirnya. Aku mulai tersadar, bahwa Radit Fahreza anak sulung seorang pengusaha Kelapa Sawit terkaya dan tersukses di Kalimantan ini adalah suamiku, ia telah sah menjadi mahram ku.
            Mencoba merebahkan tubuhku yang lelah, ku pandangi kembali layar handphone ku. Ternyata, ada beberapa sms yang masuk. Aku berharap dia meng-sms ku siang ini, tetapi yang aku baca hanya sms dari sahabat-sahabatku yang mengucapkan selamat menempuh hidup baru bersama Radit. Hatiku mulai geram. Begitu tak berartinya, diriku. Mengapa ia tega menghancurkan hatiku yang sudah tercabik-cabik ini. Andai ia tahu, bahwa hari ini adalah hari bahagiaku yang seharusnya akan aku lewati bersama dengannya. Karena, hari ini adalah hari yang paling berharga untuk hidupnya, sengaja aku merayakan pernikahanku tepat di hari ia ber ulang tahun, yaitu tanggal 26 Mei. Tiba saatnya, aku menempuh hidup baru pun ia tak hadir. Ia tak menyempatkan dirinya untuk menemuiku untuk terakhir kalinya. Padahal, satu tahun silam aku tlah memintanya untuk menghadiri acara resepsi pernikahanku. Airmata ku mulai terurai dan membasahi relung-relung hatiku. Mengingat kembali memory satu tahun silam, tepatnya tanggal 26 mei pula. Setengah jam lagi, aku akan duduk di singgasana terindah dan termewah bersama sang kekasih yang tak aku cintai. Duduk berdampingan mengharapkan do’a restu agar di berikan kerukunan dalam mengarungi bahtera rumah tangga, dan mendapat gelar rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
            Ayra, udah siap??? Ayo kita ke tempat resepsi. Semua tamu undangan sudah menunggu lama kehadiranmu dan Radit. Suara tenang dan lembut itu pun terdengar. Meneduhkan hatiku yang kalut. Memang, harus aku akui Ayah benar-benar sangat mengerti keadaanku sekarang ini. Ayah tahu betul bagaimana perasaan ku saat ini. Ayah tahu, ini bukan yang kamu inginkan, tapi kamu harus menerimanya. Razka bukanlah jodohmu nak, Radit lah yang menjadi jodohmu saat ini, lepaskan Razka dari belenggu cintamu. Biarkan hati mu tenang dan ikhlas menerimanya. Mendengar pernyataan Ayah, airmataku meleleh bak lilin yang digoyahkan angin malam. Rintihan hatiku pun keluar dari bibirku yang beku, Ayra tak mencintai Radit Ayah. Ayra hanya mencintai Razka seorang. Ayra hanya ingin hidup bersama Razka Ayah. Ayra tak bisa hidup tanpa Razka, Razka permata jiwa nya Ayra yah...kata-kataku mulai tertatih-tatih. Iya, Ayah tahu. Kamu terpaksa menerima lamaran Radit karena rasa kesal dan sakitnya kamu mendengar berita pernikahan Razka. Kamu terpaksa mencintai Radit. Sudahlah nak, jangan di sesali lagi. Mungkin, ini adalah jalan terbaik untuk kalian. Ayra, Razka dan Radit. Sekarang usap matamu. Ayah nggak mau melihat putri kecil kesayangan Ayah wajahnya pucat hanya gara-gara Razka. Lagian, Razka pasti kecewa sama Ayra kalau tahu Ayra hanya menangisi kepergian Razka. Itulah kekuatan yang diberikan oleh Ayahku saat melewati hari-hari tersulit ku. Sesampainya di pelaminan, aku duduk bersanding dengan Radit.
Layaknya Raja dan Ratu seantero jagat. Mataku selalu mencari-cari sosok Razka. Berharap seorang Razka Putra Awwalun. Laki-laki yang baik, lembut, pintar, manis dan penyayang itu hadir di tengah ratusan tamu undangan sore ini. Disaat mataku mencari dimana sosok Razka berada, tiba-tiba pikiranku mulai berlari ke kenangan terakhir yang sempat terukir bersama Razka setahun silam tepatnya pada tanggal 26 Mei. Ayra, aku ingin mengungkapkan satu kejujuran. Aku harap kamu bisa arif dalam menata hatimu dan aku mohon belajar tegar lah dalam menghadapi masalah ini. Apa itu?? Pertanyaan pertama yang aku lontarkan. Aku sudah menikah Ayra. Aku telah menikah bersama perempuan pilihan orang tua ku. Aku tak berani melawan kemauan orang tua ku. Aku hanya ingin taat pada orang tua ku, meskipun harus mengorbankan cintaku bahkan kebahagiaanku, aku menikah tanggal 11 Januari tepat saat umurmu menginjak 22 tahun. Maafkan aku. Ini memang berat untukmu, tetapi tolong pahami keterbatasanku ini. Sampai detik ini pun aku pun masih mencintaimu Ayra, kau adalah permata jiwaku selamanya.
            Mendengar pengakuannya, hatiku dan jiwaku terasa melayang. Ibarat laut sudah tak berbuih, tetapi tidak dengan cintaku. Ibarat angin tak berhembus lagi, semuanya hening dan tandus. Sekering airmata ku. Pertemuan yang begitu singkat itu, hanya mengisahkan pilu yang mendalam, dan hanya beberapa bait dan sajak sedih yang bisa aku hadiahkan padanya, berusaha tegar dan menahan airmata tetapi aku tak mampu sambil terisak-isak aku mengungkapkannya, Selamat atas pernikahanmu kawan. Semoga rumah tangga mu selalu di rahmati oleh Allah SWT. Pesanku, jadilah imam keluarga yang baik, jadilah sosok suami yang menentramkan jiwa istrimu dan jadilah sosok Ayah yang meneduhkan jiwa istri dan anak-anakmu. Penuh dengan tanda tanya, Razka bertanya, Kenapa kamu berkata seperti itu Ayra?? Dengan lantang ku menjawab, Aku berkata seperti itu agar kamu tak memikirkan aku lagi. Cukup hanya simpan di hatimu saja. Karena cinta dan bayanganmu akan bersemayam dalam hatiku dan aku hanya berani merindukanmu di kejauhan,  sebab aku terhalang oleh orang-orang terdekatmu yang amat mencintaimu. Satu hal lagi, hadirlah di acara pernikahanku tanggal 26 Mei. Setelah mengucapkan deretan kalimat itu, aku pergi meninggalkan Razka. Sesaat kemudian, aku terbangun dari mimpi burukku dan tiba-tiba terdengar suara yang tak asing bagiku tengah menyanyikan sebuah lagu kesukaanku, dan ternyata dia. Razka datang menemuiku untuk yang terakhir kalinya.

Tidak ada komentar: