JUAL
BELI KOPI LUWAK
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Kasus Hukum Ekonomi Islam
Disusun oleh:
Lulu Ainun Nikmah C02209063
Moh. Irham Maulana C02209068
Dosen Pembimbing:
H. Abu Dzarrin al-Hamidy, M.Ag
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR
Bismillah,
alhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga
tercurah kepada para utusan-Nya, terutama Nabi Muhammad SAW. tak lupa kepada
keluarga, sahabat, serta pengikutnya.
Makalah ini
berjudul, “Jual Beli Kopi Luwak”, yang disusun sebagai syarat
pembelajaran mata kuliah Studi Kasus Hukum Ekonomi Islam di jurusan Muamalah
Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan itu merupakan bukti wawasan
penyusun. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat substantif sangat penyusun harapkan. Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kelancaran dalam pembuatan makalah ini, terutama
kepada:
1.
Bapak H. Abu Dzarrin
al-Hamidy, M. Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Studi Kasus Hukum Ekonomi Islam
Fakultas Syariah Jurusan Muamalah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
2.
Rekan-rekan yang telah membantu baik moril
maupun materiil.
Akhirnya,
semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun umumnya bagi
pembaca yang membutuhkan.
Surabaya, Oktober 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Kawasan Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah ruah,
karena faktor tanah yang subur serta faktor cuaca yang mendukung, sehingga
segala jenis tanaman yang ada di Nusantara ini tumbuh dengan subur. Tidak
terkecuali dengan tumbuhan kopi. Menurut berita online dalam harian Republika
di nyatakan bahwa Selama ini kopi termahal di dunia masih
dipegang oleh
kopi luwak asal Indonesia. Hewan
bernama Luwak ini benar-benar hewan yang unik serta sensasional. Bagaimana
tidak, cara untuk mendapatkan biji kopi luwak yang amat mahal ini adalah keluar
melalui feses dari hewan luwak tersebut.
Tetapi, meskipun diambil dari
kotoran luwak, kopi luwak sangat spesial di mata para penikmat kopi. Di negeri
Paman Sam kopi ini dijual seharga $50.00 tiap cangkirnya. Sedangkan jika dijual
per kilo gramnya kopi luwak seharga $500-600 (sekitar
4,8-5,7 juta rupiah). Bahkan di Ingris kopi ini laku seharga 50 Poundsterling atau
hampir satu juta rupiah.
Biji kopi yang begitu mahal skala dunia ini seharga $100 per 450 gram nya.
Fenomena
tersebut menimbulkan pro dan kontra di setiap kalangan, terlebih jika di
kaitkan dalam aspek hukum Islam. Untuk
memastikan apakah kopi luwak layak atau
tidak untuk dikonsumsi, najis atau tidak, serta halal dan boleh di perjual
belikan, maka perlu diadakan suatu ijtihad dari para ulama agar memperoleh
kepastian hukumnya. Ijtihad pada zaman modern ini sangat dibutuhkan, mengingat
terjadinya perubahan yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat modern sekarang
yang perkembangan industri serta tekhnologinya yang cukup canggih.
Untuk itulah di
butuhkan peran aktif dari lembaga MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang nota bene
sebagai lembaga resmi yang mewadahi musyawarah para ulama dan berkompeten dalam
memberikan solusi terhadap fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Serta
dapat melegalisasi status hukum yang melekat pada kopi luwak mengingat kopi
luwak adalah kopi yang berasal dari biji kopi yang dikeluarkan oleh luwak
bersama dengan kotorannya.
BAB II
PERMASALAHAN
Dari uraian latar
belakang masalah tersebut diatas, maka dapat di simpulkan beberapa pertanyaan. Adapun permasalahan yang ada dalam
pembahasan tentang “Jual Beli Kopi Luwak”, antara lain:
1.
Bagaimana konsep makanan dalam Islam ?
2.
Bagaimana proses pembuatan kopi luwak ?
3.
Bagaimana pendapat para Ulama tentang status hukum
kopi luwak ?
4.
Bagaimana
analisis
terhadap kopi luwak menurut fatwa MUI ?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Konsep Makanan Dalam Islam
Perihal makanan mendapat perhatian dalam Islam.
Al-Qur’an cukup banyak membahas serta menyinggung tentang makanan, baik
mengenai asal-usulnya maupun tentang cara memperolehnya menurut syara’.
Makanan dalam bahasa arab dikenal dengan at’imah.[1]
Secara bahasa di artikan dengan sebagai sesuatu yang dapat di makan dan/atau dapat
dijadikan kekuatan. Pada dasarnya segala yang ada di bumi boleh untuk di
manfaatkan (di konsumsi) sesuai dengan Firman Allah QS. Al-Baqarah Ayat 29 yang
berbunyi :
uqèd Ï%©!$# Yn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèÏJy_ §NèO #uqtGó$# n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# £`ßg1§q|¡sù yìö7y ;Nºuq»yJy 4 uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÒÈ
Artinya: “Dia-lah
(Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu Dia
menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui
segala sesuatu”.[2]
Ayat di
atas menunjukkan bahwa segala yang ada di bumi dan di langit asal hukumnya
adalah halal selama tidak ada suatu dalil yang mengharamkannya, dimana dalil
tersebut diamalkan khusus dalam perkara yang dituju oleh dalil tersebut.[3]
Pengharaman
yang dilakukan oleh syari’ terhadap makanan-makanan tertentu pada dasarnya
tidak lain untuk menjauhkan manusia dari mud}arat yang
muncul akibat mengkonsumsinya. Manusia akan dapat memahaminya setiap kali
bertambah luas wawasan ilmunya yang kemudian mengadakan penelitian dan kajian
ilmiah terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh berbagai perkara yang dilarang itu
terhadap kesehatannya.[4] Berbicara tentang makanan dan minuman, tentunya banyak
sekali pengklasifikasiannya. Termasuk didalamnya yaitu Kopi.
Kopi memiliki manfaat antara lain : mencegah penyakit
diabetes, mengurangi resiko kanker, melindungi kanker otak, melindungi hati
dari penyakit Sirosis, mengurangi resiko penyakit jantung dan stroke,
menghambat penurunan fungsi kognitif otak akibat penuaan, mencegah penyakit
saraf, melindungi gigi, mencegah batu empedu, menurunkan resiko kanker kulit.[5]
Kopi merupakan minuman penyegar yang dibuat dari larutan biji tanaman kopi yang
digiling sesudah disangrai terlebih dahulu.[6]
Perlu diketahui bahwa Kopi terkenal akan kandungan
kafeinnya yang tinggi. Kafein sendiri
merupakan senyawa hasil metabolisme
sekunder golongan alkaloid dari tanaman
kopi dan memiliki rasa yang pahit.
Peranan utama kafein ini di dalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor
sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi.
Dalam hal konsumsinya, kopi menempati peringkat kedua
dunia setelah air putih.[7]
Dalam pembahasan kali ini kita akan lebih mengerucut ke pembahasan mengenai
Kopi Luwak (Kopi yang paling mahal dan khas (unik), di hasilkan melalui biji
kopi yang telah melewati pencernaan perut hewan luwak).
Kopi
Luwak tercipta dikarenakan oleh hewan luwak memakan buah kopi tetapi, hanya
daging buahnya saja yang tercerna, sedangkan kulit ari dan biji kopinya masih
utuh dan tidak tercerna. Hewan luwak ini senang sekali mencari buah kopi yang
benar-benar masak sebagai makanannya, dan hanya memakan buah kopi yang memiliki
tingkat kematangan yang sempurna berdasarkan rasa dan aroma wangi, mengupasnya
dengan mulut lalu menelan lendir manisnya serta bijinya.[8]
B. Proses Pembuatan Kopi Luwak
Kopi luwak atau dalam bahasa
Inggris disebut Civet Coffee. Proses pembuatan kopi luwak adalah
menggunakan media pencernaan luwak. Luwak (Paradoxurus hermaphroditus)
adalah binatang yang suka mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak sebagai
makanannya, Dalam proses fermentasi kopi
luwak, terjadi proses pensortiran dengan cara membiarkannya memilih
(memakan) biji-biji yang benar masak. Setelah itu, ditunggu sampai luwak
membuang kotorannya. Biji kopi yang
keluar bersamaan dengan kotoran luwak itulah yang diambil untuk diproses
lebih lanjut.
Fermentasi di dalam pencernaan hewan
Luwak dapat mencapai 200-265 derajat Celcius dan dibantu oleh enzim dan bakteri
serta kandungan protein kopi luwak lebih rendah daripada kopi biasa ini. Biji kopi yang masih terbungkus kulit pembalut yang
keras tidak hancur dalam pencernaan hewan luwak.
“Monogastrik
luwak, saat dicerna masuk ke dalam perut, tidak langsung hancur dicerna seperti
binatang mamalia lainnya. Akan tetapi hanya kulitnya saja yang tercerna dan
hancur. Sedangkan bijinya, saat masuk usus halus dan usus besar tidak hancur.
Di situlah terjadi fermentasi selama beberapa jam. Biji kopi yang
tercampur dengan enzim-enzim dalam perut luwak ditambah suhu dalam perut luwak
yang kemungkinan mencapai 37 derajat Celcius sangat membantu proses fermentasi
yang sempurna.”[9]
Adapun tahapan
proses pembuatan kopi luwak, sebagai berikut :[10]
1. Para
petani mulai memetik buah kopi yang sudah matang di pohon, yang berwarna merah
2. Setelah
buah kopi terkumpul, dipilah lagi yang bagus-bagus saja, soalnya hanya buah
kopi matang (warna merah) yang akan disantap oleh hewan Luwak sebagai
makanannya
3. Luwak
dipersilahkan memakan buah kopi terbaik yang sudah dipilih oleh para petani
tadi. Tubuh luwak hanya akan mencerna daging buahnya saja, sementara bijinya
nanti akan tetap utuh saat dikeluarkan kembali dalam bentuk feses
4. Bentuk feses luwak yang terkenal itu, bijinya tetap
utuh. Secara fisik, biji kopi luwak dan kopi lain bisa dibedakan dari warna dan
aromanya. Biji kopi luwak berwarna kekuningan dan wangi, sedangkan biji kopi
biasa berwarna hijau dan kurang harum
5. Selanjutnya
biji kopi yang tercampur dalam feses,
dipisahkan, dikumpulkan, dibersihkan, kemudian dijemur, dan jadilah biji kopi
Luwak yang terkenal mahal itu. Bisa dipastikan, ini adalah biji kopi terbaik,
sebab hanya buah kopi matang yang dipilih hewan Luwak sebagai makanannya
6. Kopi
Luwak mantap diminum
tanpa gula, rasa getir dan aroma kopi pun sangat terasa
C. Pandangan Ulama Terhadap Status Hukum Kopi Luwak
Perdebatan tentang menghukumi tentang
halal atau haramnya kopi luwak sangat dilematis. Pasalnya, kopi Luwak berasal
dari biji kopi yang tidak dicerna di dalam perut hewan Luwak, kemudian keluar
bersama kotoran hewan Luwak. Perdebatan
panjang serta muncul argument-argumen yang menguatkan perdebatan tersebut
mengundang pro dan kontra dari kalangan Ulama. Pembahasan mengenai biji-bijian
yang keluar bersamaan dengan kotoran hewan telah dilakukan oleh para ulama
terdahulu.
Pandangan ulama
sendiri mengenai hukum biji-bijian yang keluar bersamaan dengan kotoran hewan
ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Pendapat
yang pertama adalah :
a. Pendapat
yang memandang biji-bijian tersebut sebagai najis, layaknya kotoran hewan
tersebut.
ð
Pendapat yang menegaskan akan kenajisannya,
berangkat dari sebuah anggapan bahwasanya biji-bijian tersebut keluar dalam
kondisi yang telah berbeda. Dengan kata lain, biji-bijian tersebut telah
mengalami kerusakan dan sudah tidak memiliki
sifat aslinya sebagaimana umumnya
biji-bijian yang masih bisa tumbuh bila ditanam kembali. Anggapan ini tentu
berimplikasi pada keharaman mengkonsumsinya secara mutlak, karena telah mengalami
perubahan/kerusakan.
b. Mengatakan bahwa luwak haram dimakan dagingnya, karena
termasuk binatang buas yang bertaring. Dikarenakan binatang yang bertaring dan
berkuku tajam.[11]
ð
Pendapat di
atas di kuatkan oleh dalil yang berasal dari Sabda Nabi Muhammad SAW, yang
berbunyi :[12]
نَهَا رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ أكْلِ كُلِّى ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ (رواه
البخاري ومسلم)
Artinya: “Rasulullah saw. Melarang memakan
tiap-tiap hewan yang memiliki taring yang tajam”. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Pendapat yang kedua adalah pendapat yang memandangnya
sebagai mutanajjis (sesuatu yang terkena najis).
ð Pendapat yang menegaskan tentang pendapatnya sebagai mutanajjis.
Berpandangan terhadap kondisi biji-bijian
tersebut yang masih utuh/tetap seperti semula. Dengan kata lain, tidak
mengalami perubahan atau kerusakan sebagaimana barang yang terkena kotoran lainnya. Implikasinya tentu berbeda dengan
pendapat yang pertama, dalam hal ini
maka biji-bijian tersebut dapat dikonsumsi namun bilamana telah melalui proses
pencucian terlebih dahulu.
ð Pendapat
dalam kitab Al-Majmu>’
Juz 2 adalah “Jika ada hewan memakan
biji tumbuhan kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika kekerasannya tetap
dalam kondisi semula, dengan sekira jika ditanam dapat tumbuh maka tetap suci
akan tetapi harus disucikan bagian luarnya karena terkena najis”.[13]
ð Pendapat
dalam kitab Niha>yah
al-Muhta>j Juz 2 adalah “Ya, jika biji
tersebut kembali dalam kondisi semula,
sekira ditanam dapat tumbuh maka statusnya adlah mutanajjis, bukan najis. Bisa dipahami, pendapat yang menegaskan kenajisannya
kemungkinan jika tidak dalam kondisi kuat. Sementara, pendapat yang menegaskan
sebagai mutanajjis kemungkinan karena
dalam kondisi tetap; sebagaimana barang yangterkena kotoran lain. Analog dengan
biji-bijian adlah pada masalah telur, jika keluar dalam kondisi utuh setelah
ditelan dengan sekira ada kekuatan untuk dapat menetas, maka hukumnya
mutanajjis, bukan najis”.[14]
ð Pendapat
dalam kitab H{a>syiyah
I’anah at{-T{alibi>n
Juz I adalah “Jika ada hewan
memuntahkan biji tumbuhan atau mengeluarkannya melalui kotoran, jika biji
tersebut keras, (redaksi dalam kitab Nihayah) ‘ya, jika biji tersebut kembali
dalam kondisi semula sekira ditanam dapat tumbuh maka statusnya adalah
mutanajjis, bukan najis. Bisa dipahami,
pendapat yang menegaskan kenajisannya kemungkinan jika tidak dalam kondisi
kuat. Sementara, pendapat yang menegaskan sebagai mutanajjis kemungkinan karena dalam kondisi tetap; sebagaimana
barang yang terkena kotoran lain’. (perkataannya: tidak menjelaskan) maksudnya
fuqaha. Dan perkataannya: ‘Hukum masalah biji-bijian sebagaimana telur,
kacang-kacangan dan buah-buahan dan sejenisnya, apabila dimuntahkan oleh hewan
atau dikeluarkan melalui kotoran, maka berkata pengarang kitab Nihayah: ‘analog
dengan biji-bijian, adalah pada masalah telur, jika keluar dalam kondisi utuh
setelah ditelan dengan sekira ada kekuatan untuk dapat menetas, maka hukumnya
mutanajjis, bukan najis’ ”.[15]
D. Analisis Terhadap Kopi Luwak Menurut Fatwa MUI
Jika ada suatu
kejadian atau fenomena yang tengah terjadi di masyarakat dan tengah
diperbincangkan oleh banyak orang, maka Ulama atau Lembaga Fatwa MUI bertugas
meluruskan pernyataan-pernyataan dan menghasilkan produk hukum yang baru untuk
menyimpulkan masalah yang tengah diperbincangkan tersebut. Sama halnya dengan
fenomena tentang binatang luwak yang memakan buah kopi kemudian memakannya dan
mengeluarkan biji kopi melalui feses. Itulah, akar perdebatannya. Apakah
harus menghukumi haram mengkonsumsi dan memperjual belikan kopi hasil
fermentasi di dalam perut luwak dan dikeluarkan melalui feses.
Fatwa MUI
tentang Kopi Luwak termasuk jenis fatwa yang dikeluarkan karena adanya
permintaan dari PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XII Persero, bertempat di Jawa
Barat yang merupakan BUMN yang bergerak di bidang Perkebunan. Permintaan
tersebut diterima oleh MUI Provinsi Jawa Barat kemudian diserahkan ke MUI
Pusat.
Sebagai respon
terhadap adanya fakta di atas maka MUI
telah melakukan kajian yang pada akhirnya menetapkan bahwa secara umum kopi
luwak adalah halal. Penetapan tersebut diputuskan melalui sidang pleno di
kantor MUI pusat pada tanggal 20 Juli
2010 melalui putusan No.07/MUI/07/2010 tentang kopi luwak yang disampaikan oleh
Ketua Komisi Fatwa MUI Ma`ruf Amin. Terdapat dalam ketentuan umum, yang
menyatakan sebagai berikut :
1. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum
adalah mutanajjis (barang terkena najis), bukan najis.
2. Kopi Luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum
adalah halal setelah disucikan.
3. Mengkonsumsi Kopi Luwak sebagaimana dimaksud angka 2
hukumnya boleh.
4. Memproduksi dan memperjualbelikan Kopi Luwak hukumnya
boleh.
Dalam proses
menemukan hukum tersebut, para ulama telah menyusun berbagai kerangka
metodologi yang bertujuan untuk menafsirkan
nas}- nas} sebagai upaya
mendekatkan pada maksud-maksud pensyariatan hukum, dan di pihak lain juga
merupakan upaya untuk lebih mendekatkan hasil penalaran dengan kenyataan yang
ada di tengah masyarakat.[16]
Dalil-dalil
yang digunakan oleh MUI sebagai dasar hukum terhadap fatwa tersebut adalah
meliputi: al-Qur’an, al-Hadist, Kaidah Fiqhiyyah, serta pendapat-pendapat dalam
Kitab al-Muktabarah. Dasar Hukum Penetapan Fatwa MUI No.07/MUI/07/2010 tentang Kopi Luwak, adalah
sebagai berikut:
1. QS. Al-Maidah Ayat 88, yang berbunyi :
(#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ cqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ
Artinya : “Dan makanlah
dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”[17]
2. Al-Hadist, yang berbunyi :
اَ الْحَلاَلُ مَا أحَلَّ اللهُ فِي كِتَابِهِ وَ الْحَرَامُ
مَاحَرَّمَ اللهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَاعَنْهُ (أخرخه
الترمذي وابن ماجه عن سلمانالفارسي)
Artinya: “Yang
halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya, dan yang haram
adalah apa yang diharamkan oleh Allah dalam Kitab-Nya, sedang yang tidak
dijelaskan–Nya adalah yang dimaafkan”. (HR.
al-Tirmizi dan Ibnu Majah).[18]
3. Kaidah Fiqhiyah, yang berbunyi :
اَلأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ اْلإِ بَا حَةٌ مَا لَمْ يَكُمْ
دَلِيْلٌ مُعْتَبَرٌ عَلَى الْحُرْمَةِ
Artinya: “Hukum
asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil mu’tabar yang
mengharamkannya”.
4. Pendapat Kitab al-Muktabarah, antara lain:
a. Pendapat dalam kitab Al-Majmu>’ Juz 2
b. Pendapat
dalam kitab Niha>yah
al-Muhta>j Juz 2
c. Pendapat
dalam kitab H{a>syiyah
I’anah at{-T{alibi>n
Juz I
5. Hasil rapat Kelompok Kerja Komisi Fatwa MUI Bidang
Pangan, obat-obatan dan kosmetika beserta Tim
LPPOM MUI pada tanggal 2 Juni 2010.
Hasilnya : bahwa
kopi yang keluar bersama kotoran luwak itu tidak berubah dan ketika biji kopi
ditanam memang dapat tumbuh.
Dari fatwa serta penjelasan di atas penyusun mencoba
mengungkapkan tentang kehalalan kopi luwak sesuai dengan Fatwa MUI No.07/MUI/07/2010
tentang Kopi Luwak. Bila kita kaji lebih dalam lagi, MUI lebih cenderung
mengambil penggunaan istis}ha>b sebagai metode
istinba>t} hukum.
Dikarenakan kondisi kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduknya yang keras
serta kemungkinannya untuk dapat tumbuh bila ditanam kembali, menjadi indikasi
kuat akan keadaan kopi yang tetap utuh. Untuk itu persoalan ini dikembalikan
pada kaidah bahwa asal segala sesuatu itu hukumnya boleh selama tidak ada dalil yang menyatakan/membuktikan
keharamannya.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh MUI ini dalam
kajian metode istinba>t} hukum Islam dikenal dengan metode is}tis}h}a>b, yaitu menetapkan hukum sebelumnya selama tidak
ada illat/dalil yang merubah keadaan
maupun hukumnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 29 menjelaskan mengenai konsepsi makanan, yakni bahwa
segala yang ada di bumi dan di langit asal hukumnya adalah halal selama tidak
ada suatu dalil yang mengharamkannya, dimana dalil tersebut diamalkan khusus
dalam perkara yang dituju oleh dalil tersebut.
2.
Proses pembuatan kopi luwak meliputi Buah
kopi yang sudah matang di pohon dan berwarna
merah mulai dipetik, lalu setelah
terkumpul, dipilah lagi yang bagus-bagus saja. Kemudian luwak
dipersilahkan memakan buah kopi terbaik yang sudah dipilih oleh para petani tadi.
Tubuh luwak hanya akan mencerna daging buahnya saja, sementara bijinya nanti
akan tetap utuh saat dikeluarkan kembali dalam bentuk feses. Adapun biji
kopi luwak berwarna kekuningan dan wangi, sedangkan biji kopi biasa berwarna
hijau dan kurang harum. selanjutnya
biji kopi yang tercampur dalam feses,
dipisahkan, dikumpulkan, dibersihkan, kemudian dijemur, dan jadilah biji kopi
Luwak yang terkenal mahal itu. Bisa dipastikan, ini adalah biji kopi terbaik,
sebab hanya buah kopi matang yang dipilih hewan Luwak sebagai makanannya.
3. Pendapat para
Ulama tentang status hukum kopi luwak yakni setelah
melalui proses yang panjang akhirnya MUI mampu menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) yang menanyakan akan status
hukum kopi luwak. Di tegaskan bahwa kopi
luwak halal baik untuk dikonsumsi maupun untuk di komersilkan. Tetapi, sebelum
mengkonsumsinya, disyaratkan untuk melakukan penyucian terlebih dahulu karena
kopi yang keluar bersamaan dengan kotoran luwak ini berstatus mutanajjis
(sesuatu yang terkena najis) karena melalui feses.
4. Langkah-langkah yang ditempuh oleh MUI, yaitu mulai
dari menafsirkan nas}- nas} sebagai upaya mendekatkan pada maksud-maksud pensyariatan
hukum, lebih mendekatkan hasil penalaran dengan kenyataan yang ada di tengah
masyarakat. MUI menggunakan istis}h}ab sebagai metode
istinba>t} hukum dalam
penetapan fatwa tentang kopi luwak ini. Metode tersebut ditempuh sebab
persoalan kopi luwak sendiri tidak diatur secara tegas baik di dalam al-Qur’an,
al-Hadis|, ijma’ maupun
qiyas. Untuk itu persoalan ini dikembalikan pada kaidah bahwa asal
segala sesuatu itu hukumnya boleh selama
tidak ada dalil yang menyatakan / membuktikan keharamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi, Abu Sari Muhammad. 1997. Hukum
Makanan dan Sembelihan dalam Pandangan Islam. Jakarta: Trigenta Karya.
Agama RI,
Departemen. 2006. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Syaamil Cipta
Media.
al-Mali>ba>riy, Zainuddin.
t.th. H{a>syiyah I’anah at{-T{alibi>n. Vol. 1. Beirut: Dar
al-Fikr.
Al-Nawawi,
Muhyidin ibn Syaraf. t.th. Al-Majmu>’, Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Ramli, Syamsuddin Muhammad. 1984. Niha>yah al-Muhta>j . Vol.
I, Beirut: Dar al-Fikr.
at-Tirmiz|iy, Imam. 1994. Sunan at-Tirmiz|i, Vol. 3, Beirut:
Dar al-Fikr.
Bukhari, Imam. S}ah}ih Bukhari
(No. 514) dan Imam Muslim, S}ah}ih Muslim. No. 357, al-Maktabah
asy-Syamilah.
Ibnu Rusyd,
Muhammad ibn Ahmad ibnu Muhammad. t.th. Bidayatul Mujtahid. Vol. IV. Surabaya:
Al-Hidayah.
Mahram,
Jamaluddin. Haffna Mubasyir, Abdul Adzim. 2006. Al-Qur’an Bertutur Tentang Makanan
& Obat-obatan. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Mu’allim, Amir. Yusdani. 2004. Ijtihad dan
Legislasi Muslim Kontemporer. Yogyakarta: UII Press.
Shadily,
Hasan. 1991. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Kanisius.
Shihab, M.
Quraish. 2007. Tafsir al-Misbah, Vol. IV. Tangerang: Lentera Hati.
Artikel :
Artikel tentang “Kopi Luwak Termahal dan Teraneh”
dalam http://id.shvoong.com/society-and-news/news-items/1838253-kopi-luwak-termahal-dan-teraneh,
diakses pada 10 Oktober 2012.
Muslimah Zone, Artikel “Hukum Kopi Luwak”,
dalam http://muslimahzone.com/hukum/kopi/luwak.html,
diakses pada 08 Oktober 2012.
Penuturan Prof. Toto Toharmat (Ahli Nutrisi dan
Pencernaan Ternak Fakultas Peternakan IPB (Institut Pertanian Bogor)), dalam http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/07/20/profesor-ipb-bicara-kopi-luwak,
diakses pada 19 Oktober 2012.
Jawara Kampung, Artikel “Ini Dia Proses Pembuatan
Kopi Luwak”, dalam http://jawarakampung.blogspot.com/2012/01/ini-dia-proses-pembuatan-kopi-luwak.html.,
diakses pada 08 Oktober 2012.
Abdul Sidik, Artikel
“Manfaat Paling Dicari Dari Kopi”, dalam http://www.abdulsidik.com/2010/11/11/-manfaat-paling-dicari-dari-kopi.html,
diakses pada 10 Oktober 2012.
[1] M. Quraish Shihab, Tafsir
al-Misbah, Vol. IV, (Tangerang: Lentera Hati, 2007), 324.
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an
Tajwid dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Syaamil Cipta Media, 2006), hlm. 5.
[3] Abu Sari Muhammad Abdul
Hadi, Hukum Makanan dan Sembelihan dalam Pandangan Islam, (Jakarta:
Trigenta Karya, 1997), hlm. 16.
[4] Jamaluddin Mahram dan Abdul
Adzim Haffna Mubasyir, Al-Qur’an Bertutur Tentang Makanan & Obat-obatan,
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006), hlm. 452-454.
[5] Abdul Sidik, Artikel “Manfaat Paling Dicari Dari Kopi”,
dalam http://www.abdulsidik.com/2010/11/11/-manfaat-paling-dicari-dari-kopi.html,
diakses pada 10 Oktober 2012.
[6] Hasan Shadily, Ensiklopedi
Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 595.
[7] Artikel tentang “Kopi
Luwak Termahal dan Teraneh” dalam http://id.shvoong.com/society-and-news/news-items/1838253-kopi-luwak-termahal-dan-teraneh,
diakses pada 10 Oktober 2012.
[8] Muslimah
Zone, Artikel “Hukum Kopi Luwak”, dalam http://muslimahzone.com/hukum/kopi/luwak.html,
diakses pada 08 Oktober 2012.
[9] Penuturan Prof. Toto
Toharmat (Ahli Nutrisi dan Pencernaan Ternak Fakultas Peternakan IPB (Institut
Pertanian Bogor)), dalam http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/07/20/profesor-ipb-bicara-kopi-luwak,
diakses pada 19 Oktober 2012.
[10]Jawara Kampung, Artikel “Ini Dia Proses
Pembuatan Kopi Luwak”, dalam http://jawarakampung.blogspot.com/2012/01/ini-dia-proses-pembuatan-kopi-luwak.html.,
diakses pada 08 Oktober 2012.
[11] Muhammad ibn Ahmad ibnu Muhammad ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,
Vol. IV, (Surabaya: Al-Hidayah,
t.th), hlm. 343.
[12] Imam Bukhari, S}ah}ih
Bukhari (No. 514) dan Imam Muslim, S}ah}ih Muslim , No.
357, al-Maktabah asy-Syamilah.
[13] Muhyidin ibn Syaraf
Al-Nawawi, Al-Majmu>’, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 73.
[14] Syamsuddin Muhammad
Al-Ramli, Niha>yah al-Muhta>j , Vol.
I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1984), hlm.
240.
[15] Zainuddin al-Mali>ba>riy,
H{a>syiyah I’anah at{-T{alibi>n, Vol. 1, (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th), hlm. 82.
[16] Amir Mu’allim dan
Yusdani, Ijtihad dan Legislasi Muslim Kontemporer, (Yogyakarta: UII
Press, 2004), hlm. 71.
[17] Departemen Agama RI, Al-Qur’an
Tajwid dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Syaamil Cipta Media, 2006), hlm. 122.
[18] Imam at-Tirmiz|iy,
Sunan at-Tirmiz|i, Vol. 3, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hlm. 280.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar