Jumat, 23 November 2012

KELEMBAGAAN BPSK SERTA TUGAS DAN WEWENANG BPSK

BAB I
PENDAHULUAN
Lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang telah disahkan pada tanggal 20 April 1999, dan mulai efektif mulai tanggal 20 April 2000. Di antaranya, mengatur tentang keberadaan lembaga penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, lebih familiar nya di sebut dengan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). BPSK sudah terbesar di mana saja, khususnya di Indonesia. Pembentukan BPSK wajib di bentuk dikarenakan kehadiran tekhnologi dan informatika yang semakin lama semakin luas jangkauannya sehingga menimbulkan keberadaan barang dan jasa semakin meningkat dan arusnya semakin lancar serta adanya selentingan yang terjadi di Negara ini tentang perdagangan bebas.
Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat di tempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Maka, para pihak di beri kewenangan untuk memilih dalam menyelesaikan permasalahannya baik jalur pengadilan maupun jalur luar pengadilan. Apabila para pihak tersebut memilih jalur luar pengadilan, maka BPSK-lah yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Maraknya kasus-kasus tentang transaksi jual beli yang akhirnya merugikan konsumen, atau penipuan bahkan ketidak puasan yang di alami oleh konsumen atas barang/jasa yang ditawarkan, sehingga mengharuskan Pemerintah untuk segera membentuk lembaga penyelesaian sengketa. Adanya BPSK memudahkan masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi.
Untuk lebih jelasnya, mari kita sama-sama simak baik-baik pembahasan yang lebih mendetail mengenai BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) di dalam Bab selanjutnya.

BAB II
PERMASALAHAN

Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat di simpulkan beberapa pertanyaan. Adapun permasalahan yang ada dalam pembahasan tentang “Kelembagaan BPSK Serta Tugas dan Wewenang BPSK”, antara lain:
1.    Bagaimana pengertian secara global tentang BPSK ?
2.    Bagaimana dasar hukum serta pijakan hukum yang menaungi BPSK ?
3.    Bagaimana kelembagaan BPSK sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen ?
4.    Sebutkan tugas dan wewenang BPSK ?
5.    Bagaimana pula peranan BPSK ?


BAB III
PEMBAHASAN

A.      Pengertian BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)
Secara legal term pengertian BPSK diatur dalam UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdangangan menyebutkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya dalam keputusan ini disebut BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara Pelaku Usaha dan Konsumen.[1] Dalam pembahasan BPSK erat kaitannya dengan pelaku usaha dan konsumen. Maka, hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas–asas dan kaidah–kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.[2]
Sedangkan menurut istilah (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) BPSK merupakan suatu lembaga khusus yang dibentuk diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang tugas utamanya adalah menyelesaikan sengketa atau perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha.[3]
Jadi, menurut hemat penyusun bahwa (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) BPSK merupakan lembaga atau institusi non-struktural yang memiliki fungsi sebagai lembaga/institusi yang menyelesaikan permasalahan konsumen di luar pengadilan.
Lembaga ini pun di bentuk oleh Pemerintah dalam rangka menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi. BPSK berada di bawah naungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan sedangkan operasionalnya dibantu oleh Pemerintah daerah setempat. Pengusulan pembentukan BPSK di kabupaten/kota kepada Pemerintah berkoordinasi dengan provinsi dan fasilitasi operasional BPSK.[4]
Adapun prinsip BPSK dalam menyelesaikan sengketa, yaitu : mengutamakan musyawarah, cepat, murah dan adil.[5] Keberadaan BPSK diharapkan mampu memberikan konsultasi seputar masalah perlindungan konsumen, menjembatani setiap adanya sengketa yang timbul dari kedua belah pihak serta mampu menyelesaikan tugasnya dalam hal menerima pengaduan dari masyarakat.

B.       Dasar Hukum Pembentukan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)
Dasar hukum atau regulasi yang mengatur keberadaan serta mendukung keberadaan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), sebagai berikut :
1.    Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
2.    Peraturan Pemerintah No.57/2001 Tentang BPKN
3.    Peraturan Pemerintah No. 58/2001 Tentang Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
4.    Peraturan Pemerintah No. 59/2001 Tentang LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat)
5.    Keputusan Presiden No. 90/Tahun 2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
6.    Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 301/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 24 Oktober 2001 Tentang Pengangkatan Pemberhentian Anggota Sekretariat BPSK
7.    Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 302/MPP.Kep/10/2001 Tanggal 24 Oktober 2001 Tentang Pendaftaran LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat)
8.    Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP.Kep/12/2001 Tanggal 10 Desember 2001 Tentang Tugas dan Wewenang BPSK
9.    Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 605/MPP.Kep/8/2002 Tanggal 29 Agustus 2002 Tentang Pengangkatan Anggota BPSK
10.     Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
11.      Keputusan Presiden No. 23 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Keberadaan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) ini diatur dalam UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 49 ayat (1), yaitu : [6]Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan”.

C.       Kelembagaan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)
BPSK adalah pengadilan khusus konsumen (small claim court) dan pemeriksaannya di lakukan oleh hakim tunggal dan kehadiran penuh pihak ketiga (Pengacara) sebagai wakil pihak yang bersengketa tidak diperkenankan.[7] Badan ini di bentuk di setiap Daerah Tingkat II (di atur dalam UU No.8 Tahun 199 Tentang UU Perlindungan Konsumen Pasal 49 ayat 1), dan badan ini mempunyai anggota-anggota dari unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha.[8]
Untuk lebih jelasnya mari kita simak kelembagaan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), antara lain :
1.    Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Ayat (1) terdiri atas :[9]
a.    Ketua merangkap anggota
b.    Wakil ketua merangkap anggota
c.    anggota
2.    Keanggotaan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), adalah :
a.    Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya di bantu oleh sekretariat
b.    Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat
c.    Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri[10]
3.    Proses pembentukan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), adalah :
a.    Adanya kesanggupan dari Kabupaten/Kotamadya untuk pendanaan pembentukan BPSK, mulai dari perekrutan sampai dengan operasional BPSK
b.    Usulan pembentukan BPSK yang disampaikan oleh Bupati atau Walikota di proses lebih lanjut di Direktorat Perlindungan Konsumen Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Depperindag, untuk di susun Keppres tentang pembentukan BPSK bagi daerah Kabupaten ata Kotamadya yang telah menyanggupi pembentukan BPSK
c.    Draft Keppres tentang pembentukan BPSK disampaikan Depperindag kepada Sekretaris Negara untuk di syahkan Presiden
d.   Keppres tentang pembentukan BPSK yang telah disyahkan Presiden disampaikan Depperindag kepada Bupati atau Walikota berikut permintaan calon anggota dan sekretariat BPSK yang akan diusulkan oleh Bupati atau Walikota daerah setempat[11]
4.    Urutan Pemilihan dan Pengangkatan Anggota BPSK, adalah :
a.    Bupati atau Walikota membentuk Tim Pemilihan Anggota BPSK dengan Surat Keputusan Bupati (SKB) atau Walikota
b.    Anggota Tim Pemilihan dilarang untuk diusulkan menjadi anggota BPSK
c.    Tim Pemilihan
d.   Bupati atau Walikota mengajukan nama calon anggota BPSK yang berasal dari daftar calon anggota yang telah dinyatakan lulus oleh Tim Pemilih Calon Anggota BPSK Daerah kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri disertai dengan persyaratan administrasi, dokumen penunjang dan berita acara pemilihan calon
anggota BPSK
e.    Nama calon anggota BPSK yang diajukan tersebut sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) orang dan sebanyak-banyaknya 30 (tiga puluh) orang dengan ketentuan seurang-kurangnya 1/3 (sepertiga) dari jumlah calon anggota tersebut berpengalaman dan berpendidikan di bidang hukum
f.     Menteri  menetapkan dan mengangkat anggota BPSK dari calon anggota BPSK yang diajukan, dengan memperhatikan beban kerja dan keseimbangan dari setiap unsur yang diwakilinya
g.    Dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak diterimanya usulan nama calon anggota BPSK secara lengkap dan benar, Menteri menetapkan nama-nama anggota BPSK dengan Surat Keputusan[12]
5.    Susunan anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), terdiri atas:[13]
a.    Ketua merangkap anggota
b.    Wakil ketua merangkap anggota
c.    Anggota
6.    Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:[14]
a.    Warga Negara Republik Indonesia
b.    Berbadan sehat
c.    Berkelakuan baik
d.   Tidak pernah dihukum karena kejahatan
e.    Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen
f.     Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun
7.    Anggota BPSK terdiri atas:[15]
a.    Unsur pemerintahan (3 orang – 5 orang)
b.    Unsur konsumen (3 orang – 5 orang)
c.    Unsur pelaku usaha (3 orang – 5 orang)

D.      Tugas dan Wewenang BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)
Tugas dan kewajiban BPSK untuk melayani semua sengketa konsumen dengan model penyelesaian sengketa melalui Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase. Hal ini memperlihatkan bahwa lembaga BPSK ini bukan merupakan suatu model Small Claims Court untuk menyelesaikan sengketa konsumen  dengan nilai yang kecil, seperti maksud semula pembentukan BPSK.[16] Small Claims Court merupakan suatu usaha untuk membantu konsumen dalam mendapatkan perlindungan hukum dengan menerapkan asas hukum berperkara dengan murah, cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Adapun tugas dan wewenang BPSK, tercantum dalam UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen, yaitu :[17]
a.    Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi, arbiterase, atau konsoliasi;
b.    Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c.    Pengawasan klausul baku;
d.   Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran undang-undang ini;
e.    Menerima pengaduan dari konsumen, lisan atau tertulis, tentang di langgarnya perlindungan konsumen;
f.     Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa konsumen;
g.    Memanggil pelaku usaha pelanggar;
h.    Menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran ini;
i.      Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan mereka tersebut huruf g apabila tidak mau memenuhi panggilan;
j.      Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen atau alat-alat bukti  lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k.    Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian konsumen;
l.      Memberitahukan keputusan kepada pelaku usaha pelanggaran undang-undang;
m.  Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha pelanggar undang-undang;

E.       Peranan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)
Berbicara tentang peranan BPSK maka, erat kaitannya dengan sengketa konsumen bahkan cara serta dan solusi terbaik yang bisa dilakukan oleh BPSK dalam menangani masalah sengketa konsumen, itulah peranan yang benar-benar riil dari peranan BPSK.
Sengketa konsumen adalah setiap perselisihan antara konsumen dan penyedia barang dan/atau jasa pelaku usaha dalam hubungan hukum antara satu sama lain mengenai produk tersebut.[18]
Dalam hal sengketa tentu adanya kesalahan dari salah satu pihak yang dinamakan wanprestasi. Menurut Ade Maman Suherman sengketa adalah salah satu penyebab dari adanya wanprestasi dari salah satu pihak yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang disepakati bersama atau ada faktor eksternal diluar para pihak yang mengakibatkan tidak terpenuhinya prestasi dari suatu perjanjian.[19] Sedangkan, dalam praktek bisnis pada umumnya para pelaku usaha berlindung dibalik standard contract atau perjanjian baku yang telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak yaitu pelaku usaha dan konsumen ataupun berbagai informasi semu yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen.[20]
Secara umum, penyusun menyimpulkan beberapa peranan dari BPSK dalam menghadapi masalah sengketa konsumen yang tengah marak saat ini, antara lain :
1.    Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
2.    BPSK berperan sebagai konsiliator, Mediator dan Arbiter dalam penyelesaian sengketa konsumen


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
  Keberadaan BPSK yang ada di Indonesia, adalah langkah awal pemecahan dari masalah-masalah sengketa konsumen yang terjadi. Di dukung dengan adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang menaunginya, membuat BPSK semakin menyebar di seluruh kota besar yang ada di Indonesia. Dalam setiap lembaga tentu mengalami pasang surut serta penghambat dan pendukung dalam kinerjanya terutama berperan dalam menangani masalah sengketa konsumen. Meskipun secara tegas tugas dan wewenang BPSK termaktub dalam UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen dalam Pasal 52.
Tidak dipungkiri bahwa BPSK telah melaksanakan tugas dan wewenangnya secara baik dan tepat serta patuh dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan peraturan yang ada. Wujud peran serta BPSK adalah dengan terselesaikannya masalah sengketa konsumen, dan itu salah satu bukti nyata yang wajib kita dukung.
Harapannya, semoga BPSK dapat memaksimalkan tentang keberadaan anggota atau SDI yang memadai, lebih kritis dalam menanggapi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan sengketa konsumen sehingga ketika ada sengketa konsumen, diharapkan konsumen memperoleh keadilan dan dipenuhi hak-haknya sebagai konsumen sesuai dengan UU yang berlaku dan semoga BPSK dapat mengleuarkan keputusan yang seadil-adilnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adi Nugroho, Susanti. 2008. Proses Penyelesaian Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta: Prenada Media Group.
Gaharpung, Marianus. 2000. Perlindungan Konsumen bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha. Jurnal Yustika.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika.
Nasution, A.Z. 2000. Konsumen dan Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Shofie, Yusuf. 2002. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK): Teori dan Praktek Penegakan Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Suherman, Ade Maman. t.th. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Semgketa: Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Widjaja, Gunawan., Yani, Ahmad. 2003. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Artikel :
Puryanto, dalam artikel Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Alternatif Upaya Penegakan Hak Konsumen di Indonesia, diakses pada 08 Oktober 2012.
BPSK Jakarta, Sekilas BPSK, dalam http://bpsk-jakarta.blogspot.com/, diakses pada 08 Oktober 2012.
UU No. 8 Tahun 1999 Tentang  UU Perlindungan Konsumen.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia.
www.bappenas.go.id 


[1] Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Pasal 1 ayat 1.
[2] Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2006), hlm. 11.
[3] Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Teori dan Praktek Penegakan Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 39.
[4] www.bappenas.go.id
[5] BPSK Jakarta, Sekilas BPSK, dalam http://bpsk-jakarta.blogspot.com/, diakses pada 08 Oktober 2012.
[6] UU No. 8 Tahun 1999 Tentang  UU Perlindungan Konsumen, Pasal 49 Ayat 1, hlm. 24.
[7] Marianus Gaharpung, Perlindungan Konsumen bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha, Vol. 3 (Jurnal Yustika, 2000), hlm. 42.
[8] Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi I, Cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm.126-127.
[9] UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal  50, hlm.25.
[10] UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal  51, hlm. 25.
[11] Puryanto, dalam Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Alternatif Upaya Penegakan Hak Konsumen di Indonesia, diakses pada 08 Oktober 2012.
[12] Puryanto, dalam artikel Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Alternatif Upaya Penegakan Hak Konsumen di Indonesia, diakses pada 08 Oktober 2012.
[13] UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal  50, hlm. 25.
[14] UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal  49 Ayat 2, hlm. 24.
[15] UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal  49 Ayat 3 dan Ayat 4, hlm. 25.
[16]Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 80.
[17] UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal  52, hlm. 25-26.
[18] A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm. 178.
[19] Ade Maman Suherman, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa: Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, (Jakarta: Ghalia Indonesia, Anggota IKAPI, t.th.), hlm. 46.
[20]<.span> Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum TentangTentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 1.

Tidak ada komentar: