BAB I
PENDAHULUAN
Lahirnya Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang telah
disahkan pada tanggal 20 April 1999, dan mulai efektif mulai tanggal 20 April
2000. Di antaranya, mengatur tentang keberadaan lembaga penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan, lebih familiar nya di sebut dengan BPSK
(Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). BPSK sudah terbesar di mana saja,
khususnya di Indonesia. Pembentukan BPSK wajib di bentuk dikarenakan kehadiran
tekhnologi dan informatika yang semakin lama semakin luas jangkauannya sehingga
menimbulkan keberadaan barang dan jasa semakin meningkat dan arusnya semakin
lancar serta adanya selentingan yang terjadi di Negara ini tentang perdagangan
bebas.
Berdasarkan Pasal 45
ayat (2) UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa penyelesaian
sengketa konsumen dapat di tempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Maka, para pihak
di beri kewenangan untuk memilih dalam menyelesaikan permasalahannya baik jalur
pengadilan maupun jalur luar pengadilan. Apabila para pihak tersebut memilih
jalur luar pengadilan, maka BPSK-lah yang berwenang dalam menyelesaikan
sengketa tersebut. Maraknya kasus-kasus tentang transaksi jual beli yang
akhirnya merugikan konsumen, atau penipuan bahkan ketidak puasan yang di alami
oleh konsumen atas barang/jasa yang ditawarkan, sehingga mengharuskan
Pemerintah untuk segera membentuk lembaga penyelesaian sengketa. Adanya BPSK
memudahkan masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi.
Untuk lebih jelasnya,
mari kita sama-sama simak baik-baik pembahasan yang lebih mendetail mengenai
BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) di dalam Bab selanjutnya.
BAB II
PERMASALAHAN
Dari uraian latar
belakang masalah tersebut diatas, maka dapat di simpulkan beberapa pertanyaan. Adapun
permasalahan yang ada dalam pembahasan tentang “Kelembagaan BPSK Serta Tugas dan Wewenang BPSK”,
antara lain:
1.
Bagaimana pengertian
secara global tentang BPSK ?
2.
Bagaimana dasar hukum
serta pijakan hukum yang menaungi BPSK ?
3.
Bagaimana kelembagaan
BPSK sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen ?
4.
Sebutkan tugas dan
wewenang BPSK ?
5.
Bagaimana pula peranan BPSK ?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)
Secara legal term pengertian
BPSK diatur dalam UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan dalam
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdangangan menyebutkan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen selanjutnya dalam keputusan ini disebut BPSK adalah badan
yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara Pelaku Usaha dan
Konsumen.[1]
Dalam pembahasan BPSK erat kaitannya dengan pelaku usaha dan konsumen. Maka,
hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas–asas dan kaidah–kaidah hukum
yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain
berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.[2]
Sedangkan menurut istilah
(Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) BPSK merupakan suatu lembaga khusus yang
dibentuk diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang tugas utamanya
adalah menyelesaikan sengketa atau perselisihan antara konsumen dan pelaku
usaha.[3]
Jadi, menurut hemat
penyusun bahwa (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) BPSK merupakan lembaga
atau institusi non-struktural yang memiliki fungsi sebagai lembaga/institusi
yang menyelesaikan permasalahan konsumen di luar pengadilan.
Lembaga ini pun di
bentuk oleh Pemerintah dalam rangka menyelesaikan sengketa konsumen yang
terjadi. BPSK berada di bawah naungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan
sedangkan operasionalnya dibantu oleh Pemerintah daerah setempat. Pengusulan
pembentukan BPSK di kabupaten/kota kepada Pemerintah berkoordinasi dengan
provinsi dan fasilitasi operasional BPSK.[4]
Adapun prinsip BPSK
dalam menyelesaikan sengketa, yaitu : mengutamakan musyawarah, cepat, murah dan
adil.[5]
Keberadaan BPSK diharapkan mampu memberikan konsultasi seputar masalah
perlindungan konsumen, menjembatani setiap adanya sengketa yang timbul dari
kedua belah pihak serta mampu menyelesaikan tugasnya dalam hal menerima
pengaduan dari masyarakat.
B.
Dasar Hukum Pembentukan BPSK (Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen)
Dasar hukum atau
regulasi yang mengatur keberadaan serta mendukung keberadaan BPSK (Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen), sebagai berikut :
1. Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
2. Peraturan Pemerintah
No.57/2001 Tentang BPKN
3. Peraturan Pemerintah
No. 58/2001 Tentang Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
4. Peraturan Pemerintah
No. 59/2001 Tentang LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat)
5. Keputusan Presiden No.
90/Tahun 2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
6. Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 301/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 24 Oktober 2001
Tentang Pengangkatan Pemberhentian Anggota Sekretariat BPSK
7. Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 302/MPP.Kep/10/2001 Tanggal 24 Oktober 2001
Tentang Pendaftaran LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat)
8. Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan No. 350/MPP.Kep/12/2001 Tanggal 10 Desember 2001 Tentang Tugas
dan Wewenang BPSK
9. Surat Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 605/MPP.Kep/8/2002 Tanggal 29 Agustus 2002
Tentang Pengangkatan Anggota BPSK
10. Keputusan Presiden No.
108 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
11. Keputusan Presiden No. 23 Tahun 2006 Tentang
Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Keberadaan BPSK (Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen) ini diatur dalam UU No.8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen dalam Pasal 49 ayat (1), yaitu : [6]“Pemerintah
membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan”.
C.
Kelembagaan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen)
BPSK adalah pengadilan khusus konsumen (small claim
court) dan pemeriksaannya di lakukan oleh hakim tunggal dan kehadiran penuh
pihak ketiga (Pengacara) sebagai wakil pihak yang bersengketa tidak
diperkenankan.[7]
Badan ini di bentuk di setiap Daerah Tingkat II (di atur dalam UU No.8 Tahun
199 Tentang UU Perlindungan Konsumen Pasal 49 ayat 1), dan badan ini mempunyai
anggota-anggota dari unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha.[8]
Untuk lebih jelasnya mari kita simak kelembagaan BPSK
(Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), antara lain :
1. Badan penyelesaian
sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Ayat (1) terdiri atas :[9]
a. Ketua merangkap anggota
b. Wakil ketua merangkap
anggota
c. anggota
2. Keanggotaan BPSK (Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen), adalah :
a. Badan penyelesaian
sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya di bantu oleh sekretariat
b. Sekretariat badan
penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota
sekretariat
c. Pengangkatan dan
pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan penyelesaian
sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri[10]
3. Proses pembentukan BPSK
(Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), adalah :
a. Adanya kesanggupan dari
Kabupaten/Kotamadya untuk pendanaan pembentukan BPSK, mulai dari perekrutan
sampai dengan operasional BPSK
b. Usulan pembentukan BPSK
yang disampaikan oleh Bupati atau Walikota di proses lebih lanjut di Direktorat
Perlindungan Konsumen Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Depperindag, untuk di
susun Keppres tentang pembentukan BPSK bagi daerah Kabupaten ata Kotamadya yang
telah menyanggupi pembentukan BPSK
c. Draft Keppres tentang
pembentukan BPSK disampaikan Depperindag kepada Sekretaris Negara untuk di
syahkan Presiden
d. Keppres tentang
pembentukan BPSK yang telah disyahkan Presiden disampaikan Depperindag kepada
Bupati atau Walikota berikut permintaan calon anggota dan sekretariat BPSK yang
akan diusulkan oleh Bupati atau Walikota daerah setempat[11]
4. Urutan Pemilihan dan
Pengangkatan Anggota BPSK, adalah :
a. Bupati atau Walikota
membentuk Tim Pemilihan Anggota BPSK dengan Surat Keputusan Bupati (SKB) atau
Walikota
b. Anggota Tim Pemilihan
dilarang untuk diusulkan menjadi anggota BPSK
c. Tim Pemilihan
d. Bupati atau Walikota
mengajukan nama calon anggota BPSK yang berasal dari daftar calon anggota yang
telah dinyatakan lulus oleh Tim Pemilih Calon Anggota BPSK Daerah kepada
Menteri c.q. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri disertai dengan
persyaratan administrasi, dokumen penunjang dan berita acara pemilihan calon
anggota BPSK
e. Nama calon anggota BPSK
yang diajukan tersebut sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) orang dan
sebanyak-banyaknya 30 (tiga puluh) orang dengan ketentuan seurang-kurangnya 1/3
(sepertiga) dari jumlah calon anggota tersebut berpengalaman dan berpendidikan di
bidang hukum
f. Menteri menetapkan dan mengangkat anggota BPSK dari
calon anggota BPSK yang diajukan, dengan memperhatikan beban kerja dan
keseimbangan dari setiap unsur yang diwakilinya
g. Dalam waktu 21 (dua
puluh satu) hari kerja sejak diterimanya usulan nama calon anggota BPSK secara
lengkap dan benar, Menteri menetapkan nama-nama anggota BPSK dengan Surat
Keputusan[12]
5. Susunan anggota Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), terdiri atas:[13]
a. Ketua merangkap anggota
b. Wakil ketua merangkap
anggota
c. Anggota
6. Untuk dapat diangkat
menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi
syarat sebagai berikut:[14]
a. Warga Negara Republik
Indonesia
b. Berbadan sehat
c. Berkelakuan baik
d. Tidak pernah dihukum
karena kejahatan
e. Memiliki pengetahuan
dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen
f. Berusia
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun
7. Anggota BPSK terdiri
atas:[15]
a. Unsur pemerintahan (3
orang – 5 orang)
b. Unsur konsumen (3 orang
– 5 orang)
c. Unsur pelaku usaha (3
orang – 5 orang)
D.
Tugas dan Wewenang BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen)
Tugas dan kewajiban BPSK untuk melayani semua sengketa
konsumen dengan model penyelesaian sengketa melalui Mediasi, Konsiliasi dan
Arbitrase. Hal ini memperlihatkan bahwa lembaga BPSK ini bukan merupakan suatu
model Small Claims Court untuk menyelesaikan sengketa konsumen dengan nilai yang kecil, seperti maksud
semula pembentukan BPSK.[16]
Small Claims Court merupakan suatu usaha untuk membantu konsumen dalam
mendapatkan perlindungan hukum dengan menerapkan asas hukum berperkara dengan
murah, cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Adapun tugas dan wewenang BPSK, tercantum dalam UU No.
8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen, yaitu :[17]
a. Melaksanakan penanganan
dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi, arbiterase,
atau konsoliasi;
b. Memberikan konsultasi
perlindungan konsumen;
c. Pengawasan klausul baku;
d. Melaporkan kepada
penyidik umum apabila terjadi pelanggaran undang-undang ini;
e. Menerima pengaduan dari
konsumen, lisan atau tertulis, tentang di langgarnya perlindungan konsumen;
f. Melakukan penelitian
dan pemeriksaan sengketa konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha
pelanggar;
h. Menghadirkan saksi,
saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran ini;
i.
Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan mereka
tersebut huruf g apabila tidak mau memenuhi panggilan;
j.
Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen
atau alat-alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan
ada tidaknya kerugian konsumen;
l.
Memberitahukan keputusan kepada pelaku usaha
pelanggaran undang-undang;
m. Menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha pelanggar undang-undang;
E.
Peranan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)
Berbicara tentang
peranan BPSK maka, erat kaitannya dengan sengketa konsumen bahkan cara serta
dan solusi terbaik yang bisa dilakukan oleh BPSK dalam menangani masalah
sengketa konsumen, itulah peranan yang benar-benar riil dari peranan BPSK.
Sengketa konsumen
adalah setiap perselisihan antara konsumen dan penyedia barang dan/atau jasa
pelaku usaha dalam hubungan hukum antara satu sama lain mengenai produk
tersebut.[18]
Dalam hal sengketa
tentu adanya kesalahan dari salah satu pihak yang dinamakan wanprestasi. Menurut
Ade Maman Suherman sengketa adalah salah satu penyebab dari adanya wanprestasi
dari salah satu pihak yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang
disepakati bersama atau ada faktor eksternal diluar para pihak yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya prestasi dari suatu perjanjian.[19]
Sedangkan, dalam praktek bisnis pada umumnya para pelaku usaha berlindung
dibalik standard contract atau perjanjian baku yang telah ditanda
tangani oleh kedua belah pihak yaitu pelaku usaha dan konsumen ataupun berbagai
informasi semu yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen.[20]
Secara umum, penyusun
menyimpulkan beberapa peranan dari BPSK dalam menghadapi masalah sengketa
konsumen yang tengah marak saat ini, antara lain :
1. Melaporkan kepada
penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen
2. BPSK berperan sebagai
konsiliator, Mediator dan Arbiter dalam penyelesaian sengketa konsumen
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keberadaan
BPSK yang ada di Indonesia, adalah langkah awal pemecahan dari masalah-masalah
sengketa konsumen yang terjadi. Di dukung dengan adanya berbagai peraturan
perundang-undangan yang menaunginya, membuat BPSK semakin menyebar di seluruh
kota besar yang ada di Indonesia. Dalam setiap lembaga tentu mengalami pasang
surut serta penghambat dan pendukung dalam kinerjanya terutama berperan dalam
menangani masalah sengketa konsumen. Meskipun secara tegas tugas dan wewenang
BPSK termaktub dalam UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen dalam
Pasal 52.
Tidak dipungkiri bahwa BPSK telah melaksanakan tugas
dan wewenangnya secara baik dan tepat serta patuh dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya sesuai dengan peraturan yang ada. Wujud peran serta BPSK adalah
dengan terselesaikannya masalah sengketa konsumen, dan itu salah satu bukti
nyata yang wajib kita dukung.
Harapannya, semoga BPSK dapat memaksimalkan tentang
keberadaan anggota atau SDI yang memadai, lebih kritis dalam menanggapi
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan sengketa konsumen sehingga ketika ada
sengketa konsumen, diharapkan konsumen memperoleh keadilan dan dipenuhi
hak-haknya sebagai konsumen sesuai dengan UU yang berlaku dan semoga BPSK dapat
mengleuarkan keputusan yang seadil-adilnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Adi Nugroho, Susanti. 2008.
Proses Penyelesaian Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala
Implementasinya. Jakarta: Prenada Media Group.
Gaharpung, Marianus.
2000. Perlindungan Konsumen bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha.
Jurnal Yustika.
Kristiyanti, Celina Tri
Siwi. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika.
Nasution, A.Z. 2000. Konsumen
dan Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Shidarta. 2006. Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Shofie, Yusuf. 2002. Penyelesaian
Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK): Teori dan
Praktek Penegakan Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Suherman, Ade Maman.
t.th. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Semgketa: Aspek Hukum Dalam
Ekonomi Global. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Widjaja, Gunawan.,
Yani, Ahmad. 2003. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Artikel :
Puryanto, dalam artikel Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) Sebagai Alternatif Upaya Penegakan Hak Konsumen di Indonesia,
diakses pada 08 Oktober 2012.
BPSK Jakarta, Sekilas BPSK, dalam http://bpsk-jakarta.blogspot.com/, diakses
pada 08 Oktober 2012.
UU No. 8 Tahun 1999 Tentang UU Perlindungan Konsumen.
Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 350/MPP/Kep/12/2001
Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia.
www.bappenas.go.id
[1] Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 350/MPP/Kep/12/2001
Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Pasal 1 ayat 1.
[2] Shidarta, Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2006), hlm. 11.
[3] Yusuf Shofie, Penyelesaian
Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Teori dan
Praktek Penegakan Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 39.
[4] www.bappenas.go.id
[5] BPSK Jakarta, Sekilas
BPSK, dalam http://bpsk-jakarta.blogspot.com/, diakses
pada 08 Oktober 2012.
[6] UU No. 8 Tahun 1999
Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal
49 Ayat 1, hlm. 24.
[7] Marianus Gaharpung, Perlindungan
Konsumen bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha, Vol. 3 (Jurnal
Yustika, 2000), hlm. 42.
[8] Celina Tri Siwi
Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi I, Cet.I, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008), hlm.126-127.
[9] UU No. 8 Tahun 1999
Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal 50, hlm.25.
[10] UU No. 8 Tahun 1999
Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal
51, hlm. 25.
[11] Puryanto, dalam Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Alternatif Upaya Penegakan Hak
Konsumen di Indonesia, diakses pada 08 Oktober 2012.
[12] Puryanto, dalam artikel Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai Alternatif Upaya Penegakan Hak
Konsumen di Indonesia, diakses pada 08 Oktober 2012.
[13] UU No. 8 Tahun 1999
Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal
50, hlm. 25.
[14] UU No. 8 Tahun 1999
Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal 49
Ayat 2, hlm. 24.
[15] UU No. 8 Tahun 1999
Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal
49 Ayat 3 dan Ayat 4, hlm. 25.
[16]Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian
Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2008), hlm. 80.
[17] UU No. 8 Tahun 1999
Tentang UU Perlindungan Konsumen, Pasal
52, hlm. 25-26.
[18] A.Z. Nasution, Konsumen
dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm. 178.
[19] Ade Maman Suherman, Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa: Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, Anggota IKAPI, t.th.), hlm. 46.
[20]<.span> Gunawan Widjaja dan Ahmad
Yani, Hukum TentangTentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003), hlm. 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar