Jumat, 23 November 2012

SAYAP-SAYAP KEBAHAGIAAN HADIR BERKAT KEIKHLASAN HATI ORANG TUA


            Nama ku Azkia Rafeeta Zahra. Umurku 25 tahun. Orang-orang biasa memanggilku dengan nama Azkia. Aku anak tunggal di keluarga. Aku hanya Lulusan S1 Komunikasi di Perguruan Tinggi Swasta di Kota Malang. Keseharianku hanyalah menjadi Guru TK di dekat rumahku. Kedengarannya memang lucu tapi, inilah aku Azkia yang belum mendapatkan pekerjaan yang bisa aku banggakan kepada kedua Orang Tua ku, dan hanya pekerjaan itulah yang bisa aku hadiahkan pada Orang Tua ku. Ayahku hanyalah pegawai swasta di sebuah perusahaan tekstil, dan gajinya pun tidak mampu menghidupi kami bertiga karena, kebutuhan pokok yang semakin mahal. Sedangkan, ibuku hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga dan beliau sering sakit-sakitan karena, sudah dua tahun ini ibuku menderita penyakit jantung. Karena, biaya yang tidak ada ibuku sering absent untuk check-up ke dokter. Begitu berat cobaan dalam hidupku tetapi, aku masih bersyukur kepada Allah SWT karena, sampai detik ini Orang Tua ku masih diberi kesehatan dan kekuatan dalam mencari nafkah.
            Rupanya, langit tlah melepaskan selimut malam yang sudah bertarung bersama bulan dan bintang tadi malam. Tetapi, pikiranku mulai berkecamuk, disaat semua yang aku usahakan belum tercapai dan ingin sekali mewujudkannya dan untuk mewujudkannya dibutuhkan kemauan yang keras untuk menciptakannya dan butuh kerja keras dan usaha yang kuat untuk menjalani setiap batu ujian yang siap menghadang. Debaran dalam hatiku semakin berdegup kencang dan mendesakku untuk mulai mewujudkannya sekarang juga dan detik ini juga. Mengingat banyaknya yang ingin aku gapai di tahun ini, karena aku ingin mempunyai pekerjaan yang lebih layak mengingat ijazah S1 ku sepertinya masih bisa di butuhkan di Malang ini. Aku hanya teringat dengan harapan serta keinginan yang ada dalam diri Ayah dan Ibuku. Mereka ingin sekali, melihat aku mendapatkan pekerjaan yang tetap.
            Hatiku menangis apabila aku ingat keinginan mereka tersebut. Dan rasanya, aku berdosa sekali hingga membuat mereka khawatir dan resah memikirkan masa depanku. Meskipun, kami dari keluarga yang pas-pasan tetapi kami bahagia. Hatiku sudah mantap dan bersiap untuk melangkah ke dunia luar sana, mencoba mencari celah untuk mewujudkan keinginan kedua Orang Tuaku yang sudah lama mereka impikan. Bergegas aku mengambil map yang berisi ijazah terakhirku dan beberapa dokumen yang penting untuk dibawa, merapikan kerudungku, memakai sepatu, berpenampilan rapi. Di ruang tamu aku tidak melihat Ayah. Biasanya, jam tujuh ayah masih diruang tamu sambil membaca koran dan minum kopi didepan. Tapi, kali ini aku tidak melihat ayah. “Ayah kemana ya?? Padahal aku ingin pamitan keluar mencoba untuk mencari lowongan kerja” gumamku dalam hati. Tiba-tiba aku mendengar ada yang memangilku dari arah dapur. “Azkiaaa..??? Azkiaaa..??” Sepertinya suara Ibu. Bergegas ku berlari ke arah dapur dan aku mendapati ibuku yang sedang sibuk menyediakan sarapan pagi untukku. Lagi-lagi hatiku menangis dan bagai teriris sembilu saat ku melihat Ibu yang ku sayang sedang bertarung dengan asap tebal didalam dapur hanya menyediakan sesuap nasi untukku. “Ibu kan sedang sakit...?? Kenapa  masak di dapur, sudah gitu masaknya pakai kayu bakar. Kenapa tidak pakai  kompor saja...” tanyaku sambil membereskan dapur yang berantakan. “Bukannya gitu nak, kalau ibu tidak masak kamu tidak sarapan nak?? Ibu pakai kayu bakar karena minyak tanah kita habis. Uang ayahmu juga udah menipis, jadi terpaksa ibu masak pakai kayu bakar.”. “Tidak apa-apa kok bu. Azkia bisa jajan diluar kok. Ibu tidak usah capek-capek masak, kalau sakit jantung Ibu kumat lagi bagaimana??... Ibu istrahat dikamar saja ya sekarang??
            Dengan wajah sedikit kecewa, Ibu ku keluar dari dapur dan menuju kamarnya. Setelah aku menghabiskan sarapan, aku menyusul Ibu ke kamar dan ingin berpamitan. “Ibu lagi tidur??? Azkia ganggu tidak??”. “Tidak nak. Kamu mau kemana? Kok rapi sekali nak...??”. Langsung ku jawab dengan semangat dan penuh percaya diri “Hari ini Azkia mau melamar kerja, entah di perusahaan mana. Soalnya, sudah dua hari Azkia di rumah terus, sekarang Azkia ingin keluar untuk mencari pekerjaan semoga saja Allah mempermudah jalan Azkia pagi ini ya bu.. ”. Dengan mata berkaca-kaca ibuku berkata “Ibu akan selalu mendo’akan yang terbaik untukmu anakku. Kau adalah satu-satunya permata hati Ayah dan Ibu. Ibu akan selalu berdo’a yang terbaik untukmu wahai permata hatiku”. Ku tahan tangisku dalam hati dan seraya berkata “Azkia pamit dulu bu. Do’akan semoga Azkia dapat pekerjaan hari ini” ku kecup tangan dan pipi Ibu ku dan aku keluar kamar.
            Dalam perjalanan pikiranku campur aduk. Karena, aku meninggalkan Ibuku sendirian di rumah. Apalagi, Ibu sekarang sedang batuk-batuk, aku khawatir siapa yang akan membantunya mengambilkan air minum didapur. Karena, jarak kamar tidur dan dapur lumayan jauh. Tetapi, aku berdo’a kepada Allah semoga Ibuku selalu dalam lindungan-Nya. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Ku lihat uang didompetku tinggal limu ribu rupiah. Tenggorokan ku mulai kering dan ingin rasanya meneguk air putih agar haus ini hilang, tetapi mengingat uangku hanya tinggal lima ribu, ku abaikan keinginanku tersebut. Jika aku membeli minuman maka, ongkos aku pulang ke rumah tidak ada. Ku urungkan niatku dan berusaha menahan hausku. Mencari tempat lowongan kerjapun aku jalan kaki, karena memang aku sudah tidak punya uang lagi untuk naik angkutan umum. Wajahku bercucuran oleh peluh di pagi hari ini. Saat aku melewati perempatan di jalan Gajayana, aku melihat ada Toko Butik. Siapa tahu disana sedang menerima lowongan pekerjaan, gumamku. “Permisi...!! Mbak, saya mau melamar pekerjaan. Apa disini ada lowongan pekerjaan??” tanyaku. Kemudian, perempuan paruh baya tersebut menjawab “Maaf banget mbak. Udah penuh.” “Oh..ya sudah. Makasih ya mbak” dengan nada datar.
            Kembali lagi ku telusuri jalanan protokoler di Kota Malang. Hembusan angin yang menjanjikan kedamaian, makin mengantarkan aku ke dimensi yang begitu tentram. Tamparan angin ku rasa hingga menyentuh kalbuku. Tanpa sengaja aku melihat ada stasiun radio di sebelah kiri jalan. Tanpa basa-basi ku mendekati area stasiun radio tersebut. “Lumayan juga tempat stasiun radionya. Siapa tahu disini lagi memerlukan karyawan sebagai penyiar radio. Aku kan lulusan S1 Komunikasi. Siapa tahu di terima” dengan percaya diri yang menggunung ku kuatkan hatiku untuk melangkah kedalam gedung dan menuju lobby. Terlihat ada receptionis didepan, berpakaian rapi dan berparas cantik. “Selamat Pagi. Ada yang bisa kami bantu??” dengan gugup aku menjawab “Iya mbak. Saya mau tanya apa disini sedang membuka lowongan pekerjaan???” Receptionis yang sebelah kanan langsung menjawab “Iya mbak ada. Silahkan mbaknya duduk dulu di lobby sebelah sana. Nanti kami panggil mbaknya setelah saya menelpon atasan saya”. Mendengar ucapan receptionis tersebut hatiku langsung tersenyum dan tak ingin melewatkan peluang emas ini.
            Kira-kira lima belas menit aku menunggu. Kemudian receptionis memanggil nama ku. “Namanya siapa mbak???” Langsung ku jawab “Azkia Rafeeta Zahra”. “Baik. Mbaknya di tunggu oleh bagian HRD di ruang Interview sekarang. Mbaknya naik ke lantai dua setelah itu lurus kemudian belok kanan dan cari ruangan yang bertuliskan Interview” “Baik. Makasih.” Senyum yang dibalas oleh kedua receptionist itu makin membakar semangatku untuk lebih bersemangat lagi. Langkah ku percepat, aku khawatir Manager nya, menunggu ku. Sesampainya, aku didepan ruangan yang bertuliskan  Interview” dengan mantap ku ketuk pintunya. Terdengar suara dari dalam “Iya, masuk”. Dengan hati-hati ku buka pintunya, dan ku melihat ada sosok laki-laki berpakaian rapi sedang merapikan dokumen-dokumen yang sedang berserakan di meja. “Silahkan duduk” “Iya pak” jawabku. “Perkenalkan, nama saya Bambang, saya menjabat sebagai Manager HRD tepatnya di bagian Penyiaran di Pelangi Radio. Baik, kita mulai wawancaranya. Nama anda Azkia Rafeeta Zahra, betul??” “Iya pak”. “Pengalaman anda bekerja, sudah berapa tahun dan dimana saja anda sudah pernah bekerja??” dengan suara terbata-bata aku mencoba menjawab pertanyaannya “Saya pernah menjadi Guru TK di dekat rumah saya. Saya menjadi Guru TK kurang lebih sudah satu tahun”.
Beberapa detik Pak Bambang sepertinya sedang memikirkan sesuatu dan kemudian beliau melanjutkan pembicaraannya “Setelah melihat CV anda, pengalaman kerja dan background pendidikan anda, saya memutuskan untuk menerima anda sebagai karyawan khususnya sebagai penyiar radio di Pelangi FM dan besok anda sudah bisa bekerja dan datang tepat waktu jam delapan pagi besok”. Mendengar ucapan dari Pak Bambang airmataku menetes dan aku menangis dengan penuh bahagia, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan yang tetap dan bisa mewujudkan harapan dan keinginan Orang Tua ku sejak dulu. “Makasih banyak pak. Baik, saya akan hadir tepat waktu dan akan bekerja dengan professional untuk kemajuan Pelangi Radio FM” dengan wajah yang sumringah pak Bambang menambahkan “Terima kasih atas komitmennya. Oh iya, saya hampir lupa untuk memberikan gaji pertama untuk anda. Untuk sekarang saya hanya memberikan seperempat nya. Gaji penyiar radio disini delapan ratus ribu rupiah. Untuk saat ini saya beri anda uang gaji anda dua ratus lima puluh ribu dulu, bagaimana?? Deal?? ” dengan wajah masih berlinangan airmata aku menyetujuinya dengan menerima gaji seperempat dulu. “Sekali lagi, terima kasih pak. Saya permisi dulu” “Oh...iya mbak. Sampai ketemu besok pagi”.
Saat aku didepan gerbang “Pelangi Radio FM” tak henti-hentinya aku berterima kasih pada Allah SWT yang telah mendengarkan do’aku, dan berterima kasih pada Ayahku yang tercinta karena, berkat semangat beliau aku bisa mendapatkan pekerjaan walaupun pagi tadi aku tidak berjumpa dengannya dan yang terakhir kepada Ibu ku tercinta yang tetap setia menengadahkan tangannya berdo’a memohon kemurahan hati-Nya untuk kesuksesanku dan menghabiskan beribu linangan airmata nya untuk keselamatan dan kesehatanku. Dalam perjalanan aku teringat dengan Ibuku yang sedang sakit. Aku menuju apotek terdekat dan membeli beberapa obat yang bisa dikonsumsi oleh Ibu ku selama sebulan karena, khawatir sakit jantungnya kumat. Setelah ku belikan obat untuk Ibu, aku teringat dengan ayahku yang ingin membeli baju, celana dan sepatu baru. Sebulan yang lalu, Ayah bercerita bahwa kantornya akan mengadakan acara besar-besaran di rumah Managernya dan seluruh karyawan diharapkan untuk hadir dalam rangka merayakan Syukuran atas kemajuan Perusahaan Tekstil. Tanpa berpikir panjang, aku masuk ke toko untuk membeli baju, celana dan sepatu untuk Ayah. Alhasil aku memilih baju batik berwarna hijau muda dengan motif modern dan dihiasi emas ditengah-tengahnya dan celana berwarna hitam dan aku memilih sepatu kulit berwarna hitam untuk Ayah. Setelah lama memilih baju Ayah, aku melihat ada gaun indah berwarna hijau lumut yang digantung dengan berhiaskan diamond di lingkar perutnya. “Bagaimana kalau baju ini ku hadiahkan untuk Ibu. Sudah lama Ibu nggak membeli pakaian baru. Apalagi besok kan ada acara di rumah Manager nya Ayah” pikirku. Tanpa melihat harganya ku suruh karyawannya untuk membungkus rapi gaun tersebut serta kado yang ingin ku berikan pada Ayah.
Di dalam perjalanan, tak henti-hentinya ku bersyukur pada Allah SWT yang telah menganugerahkan semua ini kepadaku. Sesampainya dirumah, aku melihat Ayah dan Ibuku sedang asyik menonton TV diruang tengah. “Assalamu ‘alaikum???” dengan wajah berseri-seri. “Wa’alaikum Salam”. Langsung ku ciumi kedua tangan Orang Tua ku. “Kamu dari mana saja??? Belanjaan mu banyak sekali. Kamu dapat uang dari mana nak??” rupanya ayah tengah menginterogasiku. “Azkia, tadi pagi pamitan sama Ibu katanya mau cari kerja Ayah... Tapi, ibu nggak tahu kenapa Azkia pulang-pulang malah bawa belanjaan banyak” Ibu berusaha mencari pembelaan untukku. Tanpa menunggu lama, langsung ku jawab semua pertanyaan kedua Orang Tua ku “Begini Ayah Ibu. Tadi Azkia di terima jadi Penyiar Radio dan gajinya lumayan. Satu bulan delapan ratus ribu rupiah. Gaji Azkia dibayar seperempatnya dan gaji pertama Azkia pakai untuk beli kado buat Ayah sama Ibu”. Tiba-tiba Ibu menangis dan memelukku dengan erat sekali, serasa tak ingin lepas. Kemudian, Ayah juga memelukku sambil berkata “Kau memang permata hati kami. Semoga kesehatan, keselamatan dan keberkahan selalu menyelimutimu nak..Ayah akan selalu ada disetiap do’a-do’a mu nak...” “Ibu sangat berterima kasih pada Allah karena, tlah memberikan anak sebaik dan seluhur kamu nak. Maafkan Ayah dan Ibu mu yang tak pernah bisa membahagiakan mu secara sempurna
Isak tangis kini mulai mengisi di ruang tengah rumahku. Dengan memberanikan diri, ku berusaha menguatkan hati Ayah dan Ibuku “Azkia juga bangga dan berterima kasih pada Allah karena memiliki Orang Tua yang begitu sabar dan luar biasa seperti Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu adalah penawar dari segala keresahan dan kesulitan yang aku alami selama ini. Meskipun, kita tahu bahwa kita hanya keluarga kecil dengan penghasilan yang tak tetap, tetapi uang bukanlah segalanya, uang bukan sebuah ukuran untuk mendapatkan kebahagiaan melainkan kerja keras. Aku berharap Ayah dan Ibu memakainya di acara kantornya Ayah besok pagi. Oh iya, Azkia juga sudah belikan Ibu obat Insya Allah cukup untuk sebulan”.
Aku melihat Ayah dan Ibuku tak mampu lagi berkata, hanya tangis bahagia yang bisa mereka berdua ekspresikan dan memelukku dengan erat, Dalam hati ku berkata: “Allah tidak akan memberikan apa yang diinginkan oleh hamba-Nya melainkan apa yang hamba-Nya butuhkan, karena sesungguhnya Allah berada disaat kita tengah berusaha untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan dan setia menebarkan sayap-sayap kebahagiaan. Sayap-sayap kebahagiaan itu hadir berkat keikhlasan hati dari Orang Tua kita bukan dari harta, jabatan dan tahta”.

Tidak ada komentar: