Kisah ini begitu pilu. Tak pernah
terbayangkan sebelumnya bahwa aku akan mengalami kisah yang begitu pelik dan
alot dalam mengarungi hidup yang sejatinya harus aku teruskan. Pernah terbesit
di pikiranku bahwa Allah tak menyayangiku. Tetapi, lagi-lagi ini adalah ujian
kemantapan hatiku dalam mengambil keputusan dan berkomitmen. Setahun sudah,
setelah kepergiannya. Tetapi, hatiku masih saja merindukan kehadirannya, masih
ingin mendengar tawa kecilnya bahkan masih ingin memandangnya dalam-dalam
sembari mendengarkan ia yang tengah bersenandung. Nada lirih mulai terbuka dan
terdengar dari mulutku, setelah sekian lama terkunci. “Aku mencintaimu”.
Tanpa disadari airmata mulai membasahi pipiku yang terlihat tirus di depan
cermin. Wajahku pucat, karena beberapa hari ini aku tak nafsu makan. Bangun
dari tempat tidurpun aku tak mampu.
Kini aku harus mengikhlaskan
semuanya, dan menerima semua takdir ini dengan hati yang lapang. Hari ini
adalah hari bahagiaku. Hari yang paling membuat hati siapa pun bahagia tiada
tara, tetapi tidak padaku. Justru, hari ini adalah hari yang paling membuat aku
terpukul dan belajar ikhlas terhadap sesuatu yang bukan milik dan hakku.
Seorang perempuan yang tak banyak bicara, anggun, lemah lembut, sopan dan tak
banyak menuntut. Hari ini akan melewati hari-hari yang begitu berat. Dimana,
hari ini akan dilangsungkan aqad nikah pernikahanku, dan didepan rumah sudah
mulai terdengar suara hiruk pikuk keluarga dan kerabat. “Ayra....”,
suara keras dan lantang memanggil dari luar. Amayra Farichatin. Nama yang
diberikan oleh ayahku tercinta 23 tahun silam. Dengan nada rendah dan tak
bersemangat ku jawab “Iya bu”. Udah selesai belum nak?? Semua orang udah
nunggu dari tadi loh?? Radit juga udah nunggu dari tadi. Masih sama dengan
yang tadi, ku jawab pelan pertanyaan dari Ibuku Iya bu, ini udah hampir
selesai kok. Bentar lagi Ayra turun.
Tak
ingin mengecewakan Ayah dan Ibu di hari bahagia ini, itulah tekad ku. Meskipun,
aku tahu hari ini adalah hari yang paling mengecewakan dalam hidupku. Persoalan
yang tengah melilitku saat ini adalah aku menikah dengan orang asing, orang
yang tak mengerti aku sepenuhnya bahkan orang yang sama sekali tak aku cintai.
Ironis memang, tetapi harus aku lalui. Ku pandangi layar handphone berharap
ia sekedar meng-sms atau menelpon aku. Ternyata, handphone ku tak ada
satu pun pesan yang masuk. Setelah berjam-jam di dandani akhirnya aku harus
siap turun dan menuju ke tempat sakral ku yang membuat hatiku deg-deg an.
kamu cantik banget pagi ini Ayra. Itulah sebaris kalimat yang tak
berguna bagiku yang keluar dari mulutnya Radit, bagaimana tidak?? Karena, aku
tak menginginkan kalimat itu keluar dari mulutnya. Itu semua karena aku tak
mencintainya. Lagi-lagi cinta yang aku permasalahkan. Padahal, cinta yang aku
punya sudah tak bernilai harganya, yang ada hanyalah nilai-nilai ketaatan
seorang anak terhadap orang tua nya, dan ini merupakan ketaatan yang terakhir
untukku kepada orang tua ku.
Mataku rasanya ingin menumpahkan
airmata sebanyak-banyaknya. Tetapi, aku tahan hingga pelupuk mataku. Aku
berharap semoga hari ini aku tidak menangis, dan hanya senyum bahagia yang aku
tebarkan dihadapan orang tua dan keluargaku. Setelah, ijab qabul berakhir
hatiku sedikit tenang dan kekhawatiran ku sudah berkurang, meskipun ada yang
mengganjal di pikiranku “kenapa ia tak datang di hari bahagia ku??? Begitu
tak berartinya aku untuknya”. Selalu ku ulang-ulang terus deretan kalimat
sedih nan menusuk hati itu. Kok melamun sayang??? Suara itu mengagetkan
aku dalam lamunan panjangku, dan ternyata dia. Uuhh,,,Radit !!! Nggak kok,
cuma lagi nggak enak badan saja kok Dit, sebisa mungkin aku memberikan
alasan kepadanya. Istrahat dulu di kamar, kan nanti sehabis Ashar kita ada
acara Resepsi. Kamu tidur saja dulu sayang. Mendengar kalimat itu, hatiku
tersentak. Rasanya, darah ku berdesir dan aliran darahku terhenti dalam
sekejap. Begitu bencinya aku saat mendengar kata sayang terucap dari bibirnya.
Aku mulai tersadar, bahwa Radit Fahreza anak sulung seorang pengusaha Kelapa
Sawit terkaya dan tersukses di Kalimantan ini adalah suamiku, ia telah sah
menjadi mahram ku.
Mencoba merebahkan tubuhku yang
lelah, ku pandangi kembali layar handphone ku. Ternyata, ada beberapa sms yang
masuk. Aku berharap dia meng-sms ku siang ini, tetapi yang aku baca hanya sms
dari sahabat-sahabatku yang mengucapkan selamat menempuh hidup baru bersama
Radit. Hatiku mulai geram. Begitu tak berartinya, diriku. Mengapa ia tega
menghancurkan hatiku yang sudah tercabik-cabik ini. Andai ia tahu, bahwa hari
ini adalah hari bahagiaku yang seharusnya akan aku lewati bersama dengannya.
Karena, hari ini adalah hari yang paling berharga untuk hidupnya, sengaja aku
merayakan pernikahanku tepat di hari ia ber ulang tahun, yaitu tanggal 26 Mei.
Tiba saatnya, aku menempuh hidup baru pun ia tak hadir. Ia tak menyempatkan
dirinya untuk menemuiku untuk terakhir kalinya. Padahal, satu tahun silam aku
tlah memintanya untuk menghadiri acara resepsi pernikahanku. Airmata ku mulai
terurai dan membasahi relung-relung hatiku. Mengingat kembali memory satu tahun
silam, tepatnya tanggal 26 mei pula. Setengah jam lagi, aku akan duduk di
singgasana terindah dan termewah bersama sang kekasih yang tak aku cintai.
Duduk berdampingan mengharapkan do’a restu agar di berikan kerukunan dalam
mengarungi bahtera rumah tangga, dan mendapat gelar rumah tangga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah.
Ayra, udah siap??? Ayo kita ke
tempat resepsi. Semua tamu undangan sudah menunggu lama kehadiranmu dan Radit. Suara
tenang dan lembut itu pun terdengar. Meneduhkan hatiku yang kalut. Memang,
harus aku akui Ayah benar-benar sangat mengerti keadaanku sekarang ini. Ayah
tahu betul bagaimana perasaan ku saat ini. Ayah tahu, ini bukan yang kamu
inginkan, tapi kamu harus menerimanya. Razka bukanlah jodohmu nak, Radit lah
yang menjadi jodohmu saat ini, lepaskan Razka dari belenggu cintamu. Biarkan
hati mu tenang dan ikhlas menerimanya. Mendengar pernyataan Ayah, airmataku
meleleh bak lilin yang digoyahkan angin malam. Rintihan hatiku pun keluar dari
bibirku yang beku, Ayra tak mencintai Radit Ayah. Ayra hanya mencintai Razka
seorang. Ayra hanya ingin hidup bersama Razka Ayah. Ayra tak bisa hidup tanpa
Razka, Razka permata jiwa nya Ayra yah...kata-kataku mulai
tertatih-tatih. Iya, Ayah tahu. Kamu terpaksa menerima lamaran Radit karena
rasa kesal dan sakitnya kamu mendengar berita pernikahan Razka. Kamu terpaksa
mencintai Radit. Sudahlah nak, jangan di sesali lagi. Mungkin, ini adalah jalan
terbaik untuk kalian. Ayra, Razka dan Radit. Sekarang usap matamu. Ayah nggak
mau melihat putri kecil kesayangan Ayah wajahnya pucat hanya gara-gara Razka. Lagian,
Razka pasti kecewa sama Ayra kalau tahu Ayra hanya menangisi kepergian Razka. Itulah
kekuatan yang diberikan oleh Ayahku saat melewati hari-hari tersulit ku.
Sesampainya di pelaminan, aku duduk bersanding dengan Radit.
Layaknya
Raja dan Ratu seantero jagat. Mataku selalu mencari-cari sosok Razka. Berharap
seorang Razka Putra Awwalun. Laki-laki yang baik, lembut, pintar, manis dan
penyayang itu hadir di tengah ratusan tamu undangan sore ini. Disaat mataku
mencari dimana sosok Razka berada, tiba-tiba pikiranku mulai berlari ke
kenangan terakhir yang sempat terukir bersama Razka setahun silam tepatnya pada
tanggal 26 Mei. Ayra, aku ingin mengungkapkan satu kejujuran. Aku harap kamu
bisa arif dalam menata hatimu dan aku mohon belajar tegar lah dalam menghadapi
masalah ini. Apa itu?? Pertanyaan pertama yang aku lontarkan. Aku sudah
menikah Ayra. Aku telah menikah bersama perempuan pilihan orang tua ku. Aku tak
berani melawan kemauan orang tua ku. Aku hanya ingin taat pada orang tua ku,
meskipun harus mengorbankan cintaku bahkan kebahagiaanku, aku menikah tanggal
11 Januari tepat saat umurmu menginjak 22 tahun. Maafkan aku. Ini memang berat
untukmu, tetapi tolong pahami keterbatasanku ini. Sampai detik ini pun aku pun
masih mencintaimu Ayra, kau adalah permata jiwaku selamanya.
Mendengar pengakuannya, hatiku dan
jiwaku terasa melayang. Ibarat laut sudah tak berbuih, tetapi tidak dengan
cintaku. Ibarat angin tak berhembus lagi, semuanya hening dan tandus. Sekering
airmata ku. Pertemuan yang begitu singkat itu, hanya mengisahkan pilu yang
mendalam, dan hanya beberapa bait dan sajak sedih yang bisa aku hadiahkan
padanya, berusaha tegar dan menahan airmata tetapi aku tak mampu sambil
terisak-isak aku mengungkapkannya, Selamat atas pernikahanmu kawan. Semoga
rumah tangga mu selalu di rahmati oleh Allah SWT. Pesanku, jadilah imam
keluarga yang baik, jadilah sosok suami yang menentramkan jiwa istrimu dan
jadilah sosok Ayah yang meneduhkan jiwa istri dan anak-anakmu. Penuh dengan
tanda tanya, Razka bertanya, Kenapa kamu berkata seperti itu Ayra?? Dengan
lantang ku menjawab, Aku berkata seperti itu agar kamu tak memikirkan aku
lagi. Cukup hanya simpan di hatimu saja. Karena cinta dan bayanganmu akan
bersemayam dalam hatiku dan aku hanya berani merindukanmu di kejauhan, sebab aku terhalang oleh orang-orang
terdekatmu yang amat mencintaimu. Satu hal lagi, hadirlah di acara pernikahanku
tanggal 26 Mei. Setelah mengucapkan deretan kalimat itu, aku pergi
meninggalkan Razka. Sesaat kemudian, aku terbangun dari mimpi burukku dan tiba-tiba
terdengar suara yang tak asing bagiku tengah menyanyikan sebuah lagu
kesukaanku, dan ternyata dia. Razka datang menemuiku untuk yang terakhir
kalinya.